Tiga Tersangka Korupsi Pembangunan Gereja di Merauke Ditahan

Salah satu tersangka dugaan korupsi pembangunan gereja Fatima sesaat hendak digiring ke mobil tahanan.
Kejari Merauke : VN lakukan intervensi ke Dinas PUPR
Merauke, PSP — Kejaksaan Negeri Merauke menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan Gereja Santa Maria Fatima Kelapa Lima, dengan total kerugian negara mencapai lebih dari Rp 4,8 miliar.
Kepala Kejaksaan Negeri Merauke, Sulta Donna Sitohang, SH., MH., dalam konferensi pers Selasa (29/4), mengungkapkan bahwa ketiga tersangka berinisial MYA, PWT, dan VN alias A, telah ditahan selama 20 hari ke depan di Lapas Kelas II B Merauke. “Mereka ditetapkan berdasarkan terpenuhinya dua alat bukti oleh tim penyidik,” tegas Sulta.
MYA berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek tersebut. Sementara PWT adalah Direktur CV. Buako, perusahaan pelaksana proyek, dan VN alias A disebut sebagai pemilik manfaat (beneficial owner) yang diduga mengendalikan penuh pelaksanaan dan aliran dana proyek.
Menurut Kasi Pidana Khusus Kejari Merauke, Donny Umbora, SH, anggaran proyek pembangunan tahap II tahun 2023 mencapai Rp 9,27 miliar yang bersumber dari Dinas PUPR Kabupaten Merauke. Namun, dalam pelaksanaannya, MYA dinilai lalai dalam menyusun dokumen kontrak, HPS, serta dalam pengendalian dan pembayaran proyek.
Tersangka PWT dinilai tidak menjalankan tanggung jawab sebagai penyedia barang dan jasa sesuai kontrak. Sementara VN alias A diduga telah mengintervensi proses penyusunan HPS dengan memasukkan dokumen dari vendor di Jakarta sebelum proses lelang dimulai, sehingga perusahaan miliknya memenangkan tender secara tidak sah.
Bahkan, VN alias A disebut telah mengintervensi proses penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebelum lelang dimulai, dengan memasukkan dokumen milik vendor baja dari Jakarta ke dalam proses perencanaan, yang kemudian dijadikan dasar oleh Dinas PUPR.
“VN telah mengatur semua dokumen sejak awal, dari gambar perencanaan hingga harga, lalu menyerahkannya ke Dinas PUPR melalui konsultan. Dari situ niat jahatnya terlihat,” kata Umbora.
Audit BPKP Provinsi Papua mencatat kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 4.820.769.805,27. Kejaksaan juga telah menyita uang tunai sebesar Rp 47.900.000 sebagai barang bukti.
Selain memeriksa sejumlah saksi, penyidik turut meminta keterangan dari ahli konstruksi, ahli pengadaan barang dan jasa, serta ahli audit kerugian negara. Proses hukum atas kasus ini akan dilanjutkan ke tahap persidangan. Ketiganya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun dan denda hingga Rp 1 miliar. [ERS-NAL]