Gilberth Maldini Redjau, Putra Papua yang Berkarier di PT. Jasa Marga, Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Oleh : ERON SIMBOLON
Merauke, PSP – Seperti biasanya, tengah hari aku selalu singgah di salah satu warung kopi di Jalan Raya Mandala, Merauke, Provinsi Papua Selatan, Senin (11/3) sekira pukul 14.00 WIT.
Setelah melakukan tugas peliputan, memesan kopi untuk rehat dan berpikir sejenak, berita apa lagi yang akan aku setor ke meja redaksi agar memenuhi target berita yang sudah ditetapkan kantor.
Kembali ku teringat, akan lomba karya jurnalistik yang tengah diselenggarakan PT. Jasa Marga dalam rangka mengapresiasi para insan pers di Indonesia sekaligus menghiasi HUT nya ke – 46 tahun ini, yang jatuh setiap tanggal 1 Maret.
Otakku terus berpikir, topik apa akan dituangkan ke dalam tulisan mengingat perusahaan Tol milik negara itu mengusung tema 46 Tahun Jasa Marga Kontribusi Berkelanjutan Untuk Negri, dengan 6 kategori tema lomba yang seluruhnya menurut sepengetahuanku tidak ada yang relevan dengan yang ada di Provinsi Papua Selatan.
Benar. Karena jalan Tol memang enggak ada di Papua.
Jauh hari sebelumnya, Jasa Raharja, Polantas, Dinas Pekerjaan Umum hingga Balai Pekerjaan Jalan Nasional (BPJN) di wilayah ini sudah kutanya – tanya, apakah mereka tahu atau mereka pernah bekerja sama dengan PT. Jasa Marga dalam hal berbagai kegiatan, jawaban yang kudapat “Tidak ada, tidak tahu, jalan tol kan tidak ada disini” begitu kata mereka.
Kembali ku seruput kopi ku yang sudah mulai dingin. Sembari mencari – cari informasi di Google yang berkaitan pekerjaan maupun kegiatan Jasa Marga khusus di (untuk) Papua.
Kudapati berita tentang “Jasa Marga Terima 10 Calon Karyawan Asal Papua” yang dipublikasi pada 15 Februari 2020 lalu.
Ku telusuri lebih jauh, apakah diantara kesepuluh orang itu ada putra – putri dari Provinsi Papua Selatan, ‘mungkin nanti jika ada, bisa sedikit relevan dengan tema yang diusung dan kutemui mereka’ begitu pikirku.
Kucari tahu orang yang nama nya tertera dalam berita itu. Mataku tertuju kepada dua nama yang ada di berita, Stacy Melanie Kareth dan Gilberth Maldini Redjau. Media sosial, seperti TikTok, Facebook hingga Instagram kupilih jadi wadah mencari tahu tentang mereka.
Ya, akhirnya ku dapati akun TikTok Stacy. Rupanya, sejak lama Stacy sudah mengundurkan diri dari perusahaan tol yang banyak diingini anak muda seusianya untuk bekerja disitu.
“Saya sudah lama resaign kak, nanti saya hubungi teman yang masih bekerja disitu,” tulis Stacy lewat pesan TikTok seraya mengarahkan ku ke akun Instagram Gilbert Maldini Redjau.
Tak menunggu lama, Gilberth menyetujui permintaanku untuk berteman dengannya lewat aplikasi berwarna – warni itu.
Pendek cerita, Gilberth juga menyetujui untuk aku mengenalnya lebih dekat meski lewat sambungan seluler.
Kamis (14/3), kami pilih sebagai jadwal untuk berbincang lewat seluler, meski ditengah derasnya hujan di Merauke, malam sekira pukul 22.00 WIT, Gilberth yang berparas berewok itu mengangkat dering telponku.
Setelah ku menyapa “selamat malam Gilberth” kebiasaan orang – orang di Papua untuk selalu mengucapkan ‘salam’ terlebih dahulu, jika ingin berkomunikasi, bertemu, maupun jika berpapasan dengan orang di sekitar. Selanjutnya kuperkenalkan diri dan maksud tujuanku. Gilberth menyahut dengan amat baik.
“Posisi dimana sekarang, Jayapura kah, Jakarta” tanyaku.
Sambil terasa kegirangan, “Ah sa di Jakarta, karena tong (kita) penempatan di kantor Cabang PT. Jasa Marga Tolroad Operator jadi,” cetus Gilberth.
Gilberth Maldini Redjau, seorang anak asli Papua yang kini ada di lingkaran perusahaan ternama di Indonesia yang membidangi Jalan Tol.
Ia salah satu anak asli berdarah Papua dari sepuluh anak Papua yang berkesempatan meniti karir di PT. Jasa Marga dalam rekrutmen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lewat Forum Human Capital Indonesia (FHCI) BUMN pada tahun 2019 silam.
Sejak awal mendengar adanya rekrutmen yang memprioritaskan anak – anak Papua, Gilberth memantapkan niat untuk mendaftarkan diri berbekal tekad dan ijazah sarjana jurusan Sistem Informasi yang sudah diraihnya.
“Saat itu ada ribuan orang yang ikut tes, namun yang diterima untuk gelombang pertama ada 300 orang, termasuk saya didalamnya. Waktu itu, kami diberikan surat perjanjian kerja yang menyatakan bersedia ditempatkan di perusahaan milik BUMN, dan kita tidak tau bakal ditempatkan dimana, saya terus ikuti,” kisah Gilberth.
Dua bulan ia nantikan pengumuman hasil dari uji yang dilewati saat diberikan pihak FHCI bertempat di Universitas Cendrawasih kala itu.
“Sa (saya) ingat bulan Desember tahun 2019 penerimaan hasil, dan saya melihat ada nama saya di PT. Jasa Marga dan awalnya saya belum begitu paham tentang apa itu Jasa Marga, apalagi kita di Papua itu belum ada Jalan Tol to, saya bingung juga, tapi saya berusaha mengikuti terus,” ungkap Gilberth.
“Itu lagi,” jawabku. Sekali lagi, kebiasaan orang berbahasa di Papua.
Terus, kata Gilberth, panitia menghubungi untuk tes wawancara dan tes kesehatan, saat itu tes wawancara di Bank BNI cabang Waena dan tes kesehatan di Klinik Kimia Farma di Sentani.
Dan bulan Februari 2020 Gilberth dihubungi pihak panitia kembali untuk berangkat ke Jakarta bersamaan 9 orang anak Papua lainnya. “Kita ada 10 orang waktu itu dari Jayapura ke Jakarta,” sebut pria lulusan Universitas Sains dan Tehnologi Jayapura ini.
Dari sini lah kisah Gilberth dan 9 orang anak Papua lainnya di perusahaan Tol dengan nama PT. Jasa Marga dimulai.
Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Zipur Bogor tempat mereka awal dikenali lewat uji wawasan kebangsaan. Sosialisasi hingga pelatihan mengenai Jasa Marga untuk selanjutnya memasuki Job Training mereka ikuti.
“Saat masuk Jasa Marga ada namanya sistem ODP (Official Development Program). Saat itu pula kami ditugaskan untuk membuat hasil selama mengikuti ODP. Kami yang 10 orang dipisah – pisah, 4 orang disebar ke PT. Jasa Marga Tol Road Operator bagian pengoperasian jalan tol. Sementara kami di unit IT Infrastruktur. Jadi Job Desk nya kami, karena kami posisi nya Office ODT, kami bekerja memback up ketika dibutuhkan dimana saja, namun tetap dalam pengarahan.
Teman – teman yang lain sisanya ditugaskan di JMLI (Jasa Marga Learning Institute) yang bidangnya untuk pelatihan – pelatihan di internal Jasa Marga, atau magang, penerimaan karyawan baru, itu semua di JMLI,” papar pria berusia 29 Tahun ini.
Perjalanan waktu, 3 orang anak Papua dari 10 tersebut memilih bekerja ke perusahaan lain dan ada pula kembali ke Jayapura. Seperti Stacy Melanie Kareth salah satunya.
“Sekarang kami tinggal 7 orang,” ungkap dia.
Meski demikian, Gilberth dan 6 orang lainnya sama sekali tidak terpengaruh. Yang ada hanya negara sudah memberi kesempatan dan harus dihargai swrta dipergunakan sebaik – baiknya.
Melalui program Official Development Program (ODP), Gilberth berhasil naik pangkat menjadi Asisten Manager, yang kini bertanggung jawab atas pengawasan peralatan tol yang dikerjakan pihak ketiga.
“Sekarang project saya masih di Jabodetabek, kadang ke wilayah Semarang, Surabaya. Jabodetabek kita masih sering di Cikampek karena itu jalur yang paling sibuk,” ujar dia.
Berkulit gelap, rambut keriting, seringkali Gilberth disambut dengan kagum oleh masyarakat setempat yang terkejut mengetahui bahwa ia berasal dari Papua.
Gilberth berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja barunya di Jakarta.
“Paling sering itu di Cengkareng, saat – saat pengecekan keluar bandara, orang – orang yang lewat kadang tanya dan mereka kaget, “kamu dari Papua” hahaha, begitu – begitu penyemangat juga,” ucap Gilberth, yang membuatku tertawa pula mendengarnya.
“Ada juga dulu dari Papua, yang masuk Jasa Marga lewat jalur atlit, saya sempat berbincang dengan mereka juga, tapi mereka sudah pensiun,” sambung dia.
Terhitung sejak bertugas di PT. Jasa Marga tahun 2020, sudah 4 tahun lebih Gilberth berada di lingkungan PT. Jasa Marga. Pelatihan, peningkatan kompetensi sesuai dengan bidang kerja dari internal Jasa Marga terus ia dapatkan guna menunjang kinerjanya.
“Ini suatu kebanggaan bagi saya, keluarga dan bagi seluruh orang Papua. Karena kalau kita lihat orang asli Papua yang bekerja di luar itu bisa dihitung dengan jari,” ucap Gilberth membuatku terenyuh.
Dari tutur kata Gilberth tentang apa yang membuatnya terus bertahan, seolah mewakili seluruh suara dari Papua. Tidak ada yang dibedakan, semua sama wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Saya bertahan, karena saya masih ingin terus belajar. Kita tidak tahu kedepan seperti apa, mungkin kedepan ada kebijakan dari pemerintah, sehingga di Papua bisa punya jalan tol, jadi tidak perlu lagi bawa orang dari luar, karena ada anak – anak Papua kan ya g sudah dididik di perusahaan tol Jasa Marga,” tuturnya.
Kembali ku terenyuh ditengah hujan yang masih malas untuk berhenti, Gilberth berucap yang menurutku adalah suara hati, mewakili tekad anak – anak Papua lainnya. Bahwa Papua itu Indonesia, Indonesia itu satu, dari Sabang hingga Merauke. Begini katanya, “Walaupun bisa kita bilang program ini (rekrutmen BUMN khusus Papua) boleh di bilang terkesan memanjakan, tapi kita harap juga, kita bisa seperti warga Nusantara lain, yang misalnya kalau bersaing baru bisa mendapatkan sesuatu,” ucap Gilberth.
Perlakuan pegawai Jasa Marga dan masyarakat setempat terhadap Gilberth yang saat ini membidangi Bisnis dan Pemasaran Kantor Cabang Pusat Jasa Marga Tolroad Operator (JMTO), tidak pernah membeda – bedakan.
“Sampai sekarang saya tidak pernah merasakan hal – hal menyakiti hati atau merasa dibeda – bedakan. Karena tong (kita) di Papua juga kan hidup berdampingan dengan warga Nusantara lainnya. Paling logat saja yang membedakan, yang mungkin dianggap kita sedang marah, padahal logat kita (Papua) seperti itu. Begitupun teman sekantor yang sama – sama dari Jayapura, yang sekarang bertugas ada di IT Infrastruktur bagian PMO dan satu nya lagi di bagian general effair,” kata Gilberth.
Tak terasa sudah 40 menit 45 detik perbincangan ku lewat seluler dengan Gilberth, menuntunku menuliskan “PT. Jasa Marga terus berkontribusi bagi Negri bukan hanya di bidang jalan tol tapi juga mencetak SDM unggul, demi keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Hal ini sejalan dengan penyampaian Direktur Human Capital dan Transformasi PT. Jasa Marga Alex Denni saat menerima SDM – SDM asal Papua itu. Bahwa pemerataan mereka lakukan demi mengimplementasikan kemampuan maupun kompetensi anak – anak bangsa.
“Lingkungan kerja Jasa Marga harus belajar cepat. Kami tidak peduli latar belakangnya apa. Yang kami utamakan adalah saat masuk Jasa Marga, jangan pernah berhenti untuk belajar,” kata Alex dalam siaran pers, Sabtu (15/2/2020) seperti dikutip dari laman Bisnis.com. [ERON SIMBOLON]