27 Juli 2024

Combine Terbatas, Ratusan Hektar Padi di Rawasari Ambruk Tak Bisa Dipanen

0

Petani sedang mengais padinya yang rubuh dan sebagian telah tumbuh. Foto: PSP/WEND

Merauke, PSP – Terbatasnya mesin panen padi (Harvester Combine) akibatkan ratusan hektar padi di Kampung Rawasari, Distrik Malind, tidak bisa dipanen. Insiden semacam ini terjadi sudah kali kedua di kampung Rawasari.

Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kampung Rawasari, Distrik Malind, Sugianto Nur Pribadi menuturkan bahwa antara luas lahan dan mesin combine yang ada, jumlahnya tidak seimbang. Selain itu, mesin yang ada usianya cenderung sudah tua, sehingga sering kali rusak dan tidak bisa beroperasi secara maksimal.   

“Jadi penyebabnya itu kalau panen hampir bersamaan. Kemudian alat yang ada itu kurang, hanya ada 6 combine dengan luas sawah 800 hektar. Kapasitas mesin combine rata-rata setiap unitnya maksimal 100 hektar. Nah 6 unit combine itupun alatnya sudah tua, jadi tidak lagi mampu beroperasi sesuai target,” ujar Sugianto kepada Papua Selatan Pos, Senin (1/6/2020).

Ia menyebutkan, paling tidak dalam dua tahun terakhir, ada ratusan hektar padi yang tidak bisa panen. “Rata-rata kalau dikampung rawasari itu kekurangan alat. Yang tahun kemarin sekitar 150 hektar tidak bisa dipanen. Tahun ini ada sekitar 100 hektar. Dua tahun ini, kita sia-sia juga sudah menanam banyak, tapi tidak bisa dipanen,” terangnya.

Selain dari faktor kurangnya jumlah mesin ini, imbuh Sugianto, faktor kondisi lahan juga menjadi penyebabnya. Menurutnya, tanggul disekitar sawah di Rawasari lama tidak mendapatkan perehapan. Sehingga, aliran air tidak lancar dan sebagian meluber ke persawahan, dan menyebabkan padi ambruk.   

“Seharusnya untuk tanggul yang ditawatif ini sudah dikeruk. Disitu lumpurnya kan sudah tinggi, jadi airnya tidak lancar akhirnya meluapnya ke lahan sawah ini, dari situ yang bikin padi roboh. Tanggul tersebut aliran dari Kurik 5 dan 6, semua larinya kesini. Kemudian aliran disini yang kurang bagus, tidak mampu menampung disini, akhirnya masuk ke persawahan,” ujarnya.

Menurut Sugianto, persoalan ini sudah sering disampaikan kepada pemerintah terkait. Namun, menurutnya sampai dengan saat ini belum ada perhatian dari pemerintah maupun dinas terkait. 

“Sudah, 2018, 2019 setiap kita Muskam selain kita dari pihak Gapoktan kampung juga sudah mengusulkan, itu juga dalam muskam ada usulan dari beberapa kampung yang ikut jalur tanggul ini macam kita Rawasari Kurik 3 dan Kumbe, tapi dari pihak pemerintah juga belum ada tanggapan,” pungkasnya.

Selain itu, salah satu petani yang padinya ambruk, Sakino menuturkan setidaknya dalam 2 tahun terakhir ia selau tidak kebagian mesin combine. Sehingga, tanpa ada pilihan lain, ia dan istrinya memilih memotong padinya yang masih bisa diselamatkan dengan cara manual.

“Saya ada 2,5 hektar semua ambruk, jadi dipotong pake sabit saja. Kita cari tenaga juga tidak ada. Habis sekarang kebanyakan yang membutuhkan mesin, jadi tunggu giliran sampai rubuh semua. Kayaknya yang bisa diambil hanya separo, sisanya yang ambruk sudah tumbuh duluan,” ujarnya dengan senyum kecut disela-sela memotog padinya, Senin (1/6/2020).

Sukino menambahkan, sedianya hasil penennya lumayan bagus, namun karena keterbatasan alat, sehingga ia hanya bisa memanen separuh dari garapannya. Sedangkan separuhnya yang tidak bisa dipanen, ambruk dan tumbuh.

“Tahun kemaren seperti ini juga, dari 1 hektar hanya dapat 65 pocong karung dan padinya sudah hitam. Sebenarnya kalau kualitas dan hasilnya disini lumayan, tapi karena airnya banyak dan telat dapat mesin akhirnya sampai ambruk dan tumbuh,” keluhnya. [WEND-NAL]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *