Demo Penolakan Investasi di Kimaam Kembali Digelar

0
Kapal yang berlabuh di Pulau Kimaam yang membuat masyarakat adat resah dan khawatir.

Kapal yang berlabuh di Pulau Kimaam yang membuat masyarakat adat resah dan khawatir.IST

“Kenapa kami cemas? Karena kami melihat ada 3 helikopter dan satu kapal di wilayah kami selama 2 minggu terakhir, dan helikopter-helikopter ini keliling di wilayah kami sampai ke Okaba,” Pastor Pius.

Merauke, PSP – Aksi penolakan masuknya investasi di Pulau Kimaam, tepatnya yang akan menyasar lahan adat suku Kimaima dan Maklew kembali dilakukan.

Sejumlah masyarakat adat dari Pulau Kimaam yang dimotori Idelfonsius Cambu berbondong-bondong mendatangi DPRD Merauke menyuarakan keresahan mereka, Jumat (21/6).

Kedatangan mereka itu, selain menyuarakan keresahan akan investasi yang akan masuk, tapi juga menggenapi undangan DPRD pada aksi unjuk rasa sebelumnya.

Pastor Pius Cornelis Manu, Pr yang diwawancarai di sela – sela pertemuan dengan DPRD mengemukakan, bahwa suara mereka meminta agar pemerintah membatalkan rencana pembangunan yang berdasar pada akan terjadinya penggarapan akan lahan adat.

“Kami sudah trauma dengan perusahaan. Kita bisa lihat di semua wilayah Marin sampai ke Boven Digoel, masyarakat adat tidak mendapatkan apapun dari perusahaan, tapi membawa dampak buruk,” kata Pastor Pius.

Dilanjutkan, masyarakat adat merasa khawatir dengan kehadiran 3 helikopter dan satu kapal yang beraktivitas di wilayah pulau Kimam.

“Kenapa kami cemas? Karena kami melihat ada 3 helikopter dan satu kapal di wilayah kami selama 2 minggu terakhir, dan helikopter-helikopter ini keliling di wilayah kami sampai ke Okaba,” ungkap Pastor Pius.

Disebutkan, transportasi udara maupun laut itu tidak mungkin melakukan kunjungan ke wilayah itu tanpa ada tujuan.

“Tidak mungkin mereka terbang dan berputar disitu tanpa adanya tujuan,” tegasnya.

Pastor Pius melanjutkan, setiap hari aktivitas-aktivitas kendaraan udara maupun laut itu mengambil sampel tanah di wilayah adat.

“Mereka mengambil sampel tanah, dan masyarakat tidak pernah tahu bahwa perusahaan hadir seperti apa, dan kami tidak tahu siapa itu. Dan pastinya pemerintah mengetahui itu, tidak mungkin kan pesawat maupun kapal hadir di satu wilayah pemerintah tidak tahu,” kata Pastor Pius

Sebab, kata Pastor Pius, masyarakat memiliki pengalaman dari perusahaan perikanan yang tidak memberikan manfaat kepada masyarakat. “Kami mempunyai pengalaman di masyarakat Kimaima dan Maklew tentang kehadiran perusahaan perikanan, mereka sudah merusak alam kami, laut, dan sudah merusak tatanan hidup masyarakat adat, lalu ditinggalkan begitu saja, sehingga kami menolak ini, kami trauma,” tegas Pastor Pius.

Pastor Pius meminta pemerintah tidak boleh menganggap enteng penolakan masyarakat adat. Sebab hal ini menyangkut kehidupan masyarakat dimana hutan adalah ibu bagi masyarakat. “Negara yang bisa membangun rakyat, bukan perusahaan asing,” pesan Pastor Pius. [ERS-NAL]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *