Perlukah Pergub Untuk Realisasi Plasma 20 Persen Bagi Masyarakat ? Ini Jawaban Pj. Gubernur

0
Prof. Dr. Ir. Apolo Safanpo.,ST.,MT

Prof. Dr. Ir. Apolo Safanpo.,ST.,MT

Merauke, PSP – Polemik masyarakat dengan perusahaan perkebunan sawit akhir-akhir ini di Papua Selatan terus bermunculan.

Beberapa yang dapat dirangkum media ini, seperti persoalan PT. Dongin Prabhawa, di kampung Maam, masyarakat adat yang disuarakan MRP Provinsi Papua Selatan disana meminta plasma 20 persen harus direalisasikan.

Begitupun PT. BIA yang belakangan muncul sampai digugat masyarakat adat dari Ulilin ke Pengadilan Negri Merauke sebab 17 tahun terakhir perusahaan dianggap tidak merealisasikan kewajibannya membangun plasma 20 persen dari kebun inti.

Sedianya polemik-polemik masyarakat adat ini harus ditindaklanjuti secara serius. Hal ini untuk mewujudkan kepastian hukum dan kesejahteraan masyarakat sekitaran.

Pada dasarnya masyarakat menuntut adanya plasma 20 persen dari luasan HGU, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian.

Pj. Gubernur Papua Selatan Prof. Dr. Ir. Apolo Safanpo.,ST.,MT yang ditanyai mengenai peraturan turunan atau pergub menyoal plasma 20 persen itu menjelaskan bahwa harus diawali dengan adanya peraturan daerah.

“Secara filosofis itu tidak boleh peraturan Gubernur (Pergub) tapi harus peraturan daerah (Perda). Seperti tadi saya berikan contoh dengan perguruan tinggi swasta (PTS) bahwa hal yang berkaitan dengan pajak dan retribusi daerah itu di delegasikan oleh undang-undang pajak dan retribusi kepada Perda, jadi undang-undang dia didelegasikan ke Perda bukan ke Pergub. Karenanya, kepala daerah ketika mau menarik iuran dari rakyat harus atas persetujuan rakyat melalui wakil rakyat di dewan,” kata Pj. Gubernur Safanpo menjelaskan.

Pj. Gubernur Safanpo berpendapat akan ada potensi kepemimpinan otoriter jika dilakukan intervensi terhadap peraturan tanpa adanya persetujuan dari rakyat.

“Kalau kepala daerah mau menarik iuran dari rakyat dengan besaran yang ditetapkan oleh kepala daerah dan dengan jangka waktu yang ditetapkan oleh kepala daerah tanpa meminta persetujuan dari rakyat maka disana akan ada potensi Otoritarianisme atau otoriter. Oleh karenanya, mengapa harus Perda, karena Perda dibahas secara bersama-sama pemerintah dan DPR dan disetujui, dan digunakan bersama,” kata dia menuturkan.

Kendati demikian, Pj. Gubernur Safanpo menyebutkan hal-hal demikian akan diinventarisasi terlebih dahulu guna menghindari pengambilan keputusan secara sepihak.

Mengingat, kata dia, plasma itu adalah kewajiban perusahaan untuk melaksanakan amanat undang-undang. Yang mana minimal plasma 20 persen diberikan perusahaan dari total lahan yang digunakan kepada masyarakat. “Jadi ini kita inventarisir dulu, sebab tidak boleh kita mengambil keputusan secara sepihak. Kita kan sudah punya undang-undang dan peraturan pemerintah, hanya saja penjabaran secara tehnis ke bawah memang perlu dilakukan,” jelasnya. [ERS-NAL]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *