Penghujung Karir di Cepos, Kini Nama Sulo Terukir Di Lembaran Negara “Wartawan Kompeten” Berkat Program BUMN
Pagi itu, di hari ke-29 bulan pertama tahun 2024 cuaca di Merauke – Provinsi Papua Selatan begitu cerah dengan hembusan angin yang sepoi.
Menginap semalam di kos, pukul 07.30 WIT saya dan rekan seprofesi yang sudah datang jauh dari kabupaten Boven Digoel , mengendarai motor menuju Hotel Swiss – Bell tempat pelaksanaan Uji Komptensi Wartawan (UKW) yang dilaksanakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) berkolaborasi dengan Kementrian BUMN. Jaraknya tidak jauh, cuma memakan waktu 5 menit.
Di lantai 2 ruangan Kayi hotel itu, teman-teman seprofesi Wartawan tampak bercengkerama.
Tak lama duduk di kursi, suasana diruangan ber AC itu seketika hening. Sejumlah pria bepakaian rapi masuk. Mereka pun menyapa dengan kalimat ‘Selamat Pagi’.
Sontak membuat orang-orang di dalam ruangan terkejut. Beberapa orang pun bertanya-tanya. Apakah mereka ini penguji?
Ya, para pria berpakian rapi itu rupanya para penguji yang akan menjalankan tugas menguji kompetensi wartawan.
Melalui lembaga Pers Indonesia berkalaborasi dengan Organisasi Persatuan Wartawan Indoensia (PWI). Serta sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mereka meniatkan diri jauh terbang ke ujung timur Indonesia.
Hanya satu tujuan, menguji kompetensi pekerja pers di Provinsi Papua Selatan, salah satu daerah yang baru berumur jagung.
Terdapat 15 orang pewarta dari berbagai media yang semula terdaftar dan kemudian ada diruangan itu. Panitia membagi kelima belas pewarta yang tiga diantaranya perempuan menjadi 3 kelas.
Di ruangan 15X10 itu, wajah-wajah peserta tampak serius dan penuh ketegangan, seolah atmosfernya terisi oleh antusiasme yang tertahan.
Dalam kelas yang saya huni, ada pewarta berpengalaman yang telah lama merambah dunia liputan dan menulis.
Sosok itu Yulius Sulo namanya. Ia pewarta besutan salah satu perusahaan media pertama di Provinsi Papua, Koran Harian Cendrawasih Pos.
“Jadi materi uji dari dulu sampai sekarang, tidak ada yang berubah, itu-itu aja, jadi saya minta kalian memahaminya dengan baik,” kata penguji membuka ucapannya.
Lembaran materi uji dibagikan penguji, secara langsung dan seksama para peserta mengerjakan sesuai arahan, begitupun dengan Yulius Sulo. Nampak tekad besar dari raut wajah Sulo sapaannya, untuk dapat diakui kompeten. Satu persatu lembaran dikerjakan dengan sistem selesai satu kemudian kumpul.
Hari itu berlalu, keesokannya tiba waktu penguji mengumumkan hasil uji para pewarta setelah bergelut kemarin dengan sepuluh uji.
Sulo pewarta berusia 50 tahun, diantara teman seprofesinya, ia meniti perjalanan dunia jurnalistik sejak tahun 2001.
Mengabdi di media cetak bernama Cendrawasih Pos itu, ia ditugaskan di kabupaten Merauke – Provinsi Papua Selatan kini, untuk menjalankan fungsi Pers kemudian mempublikasinya guna memenuhi halaman koran perusahaan tempatnya berkarir.
Meskipun Sulo menjadi senior di antara rekannya, kenyataannya adalah ia belum pernah mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW).
Menantikan momen kalimat sakral ketika penguji insan Pers mengucapkan kata-kata ajaib, “Anda Dinyatakan Sudah Berkompeten” belum pernah ia dengar.
Kendati UKW dianggap keharusan bagi seorang pewarta untuk diakui secara resmi, keterbatasan waktu dan biaya mencegah Sulo membuktikan kebolehannya di depan penguji.
Namun, cerita perjalanan Sulo memperoleh babak baru. Sebuah peluang yang diadakan oleh Kementerian BUMN di seluruh Indonesia berkolaborasi dengan lembaga Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Perusahaan besar seperti PT. Freeport dan Bukit Asam mendapat porsi mendukung penyelenggaraan UKW di Merauke, Provinsi Papua Selatan.
23 tahun menapaki dunia jurnalistik, puluhan juta kata telah tercetak dalam halaman-halaman koran. Sulo akhirnya menghadapi ujian langsung sebagai wartawan muda oleh penguji yang diandalkan PWI.
Dan apa ? Akhirnya di hari itu Sulo dinyatakan wartawan yang berkompeten pada jenjang muda setelah penguji mengoreksi semua kinerjanya.
Di usia 50 tahun dan menjelang pensiunnya di perusahaan Koran Harian Cendrawasih Pos, kini Sulo mendapat pengakuan berkompeten dan terdaftar di lembaran negara.
Keberhasilan ini tidak hanya miliknya sendiri, tetapi ada 14 rekan sejawatnya yang ikut serta, merasakan sentuhan positif dari kehadiran BUMN dalam mendukung kinerja Pers melalui PWI.
“Saya senang to. Saya menunggu lama,” ucap pria berdarah Toraja ini tersenyum.
Walau tahun ini adalah waktu masa pensiunnya, dikarenakan perusahaan membatasi umur dalam bekerja tapi tekad Sulo untuk terus menulis dan mewartakan rupanya tak putus.
“Tahun ini dek (pensiun). Tapi Pensiun bukan berarti tidak bisa lagi kerja. Usia 50 itu batasan dari kantor karena itu aturan yang dibuat perusahaan,” kata Sulo.
Sulo juga bilang, wartawan adalah kerja profesi, sepanjang dia menghasilkan produk karya jurnalistik dia adalah wartawan. Dan tidak dibatasi umur. Sama dengan dokter. Walaupun masih muda tapi tidak lagi menjalankan kerja kerja jurnalistik maka dia bukan lagi wartawan. Begitu kata Sulo.
Peran Kementerian BUMN dan PWI terbukti signifikan. BUMN, melalui program UKW, mendorong semangat Sulo untuk menjaga profesionalisme, yang pada gilirannya diharapkan akan meningkatkan perekonomiannya.
Di sisi lain, PWI hadir untuk melahirkan pewarta-pewarta handal melalui uji kompetensi yang mereka selenggarakan.
Dalam kesempatan berharga ini, Sulo menyuarakan harapannya terkait formulasi baru untuk perusahaan Pers.
Dia menyoroti urgensi sistem tanam saham dalam persatuan sebagai langkah penting, bukan sekadar sistem investasi oleh pihak lain. Sulo bilang, “Mengapa? Karena media saat ini menghadapi dilema kemerdekaan akibat kerjasama dengan pihak lain yang membatasi kebebasan gerak para pewarta.” ungkap dia.
Dengan pengalamannya yang panjang, Sulo bukan hanya mewakili kesuksesan pribadinya, tetapi juga menjadi suara yang mengajak untuk merenung tentang perubahan positif dalam dunia jurnalistik yang dicintainya. [ERON SIMBOLON]