27 Juli 2024

Dukung Promosi Ramah Hutan, YWL Papua Petakan Para Pihak melalui Political Economi Analysis (PEA) di Kabupaten Merauke

0

Pembentukan Multi Stakeholder Forum (MSF) yang digelar oleh Yayasan Wasur Lestari (YWL) Papua. FOto: PSP/JON

Merauke, PSP – Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam yang kaya  sehingga dalam pengelolaannya  harus sesuai dengan amanat yang telah diatur dalam Pasal 33 UUD 1945 yang memuat dasar politik  hukum dalam pengelolaan SDA yang berkelanjutan. Kekayaan sumber daya alam Indonesia yang terbentang dari Sabang hingga Merauke merupakan asset yang sejatinya dikelola demi hajat hidup orang banyak.

Namun disisi lain dalam pengelolaan hutan acapkali menimbulkan masalah dimana perusahaan yang telah memperoleh HPH seringkali melakukan pembukaan lahan dengan merusak ekosistem yang ada, seperti penebangan dan pembakaran hutan. Fakta seperti inipun kerap terjadi di wilayah Propinsi Papua Selatan mencakup empat kabupaten yakni Kabupaten Merauke, Asmat, Boven Digul dan Mappi. Adapun masalah klasik dalam pengelolaan SDA yang kerap muncul terkait aspek permodalan, SDM dan teknologi.

Menurut catatan Global Forest Watch tahun 2021 selama satu dekade terakhir memperlihatkan bahwa kehancuran hutan alam terbesar di Papua terjadi di Kabupaten Merauke. Menurut Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Perkebunan WALHI, hutan seluas 112 hektar di Kabupaten Merauke  telah rusak oleh berbagai izin pembukaan lahan sawit, hutan tanaman industry (HTI) dan proyek lumbung pangan. Sementara secara total hutan alam Papua seluas 700 ribu hektar telah rusak.

Faktanya kerusakan hutan diluar Kabupaten Merauke kebanyakan juga disebabkan oleh berbagai izin investasi di Papua. Hutan alam di Papua dan Papua Barat menjadi satu tumpuan harapan dan paru-paru bumi dengan luas 33,7 juta hectare atau setara 81% daratan.

Hal tersebut berdampak pada masyarakat adat, sebanyak 161.114 jiwa masyarakat adat yang menggantungkan hidup kepada hasil hutan kehilangan mata pencaharian dan tempat berburu. Dampak lain kerusakan hutan juga mengakibatkan punahnya hewan dan tumbuhan, pemanasan global dan perubahan iklim. Ketika lingkungan rusak maka hak-hak masyarakat adat tercabut, hal ini membutuhkan sebuah kebijakan dari pemerintah untuk memulihkan hak-hak masyarakat adat di Papua untuk menempati hutan ulayatnya.

Menjadi catatan penting disini pemerintah harus melakukan audit lingkungan dan evaluasi berbagai izin pembukaan hutan dengan membuat kebijakan melalui pengesahan rancangan undang-undang yang melindungi masyarakat adat dan ruang hidupnya.

Sehingga dalam upaya mendorong Program Promosi Kebijakan Ramah Hutan Melalui Pendekatan Multi Stakeholder Forum (MSF), Yayasan Wasur Lestari Papua bekerjasama dengan The Asia Foundation (TAF) melalui PATIRRO sebagai lembaga payung melakukan pemetaan pemangku kepentingan  dengan menganalisis interaksi ekonomi politik diantara para pihak dan pembuat kebijakan.

“ Analisis politik ekonomi merupakan sebuah metode untuk melakukan analisa dengan cara membaca situasi di lingkungan eksternal dalam hal ini  situasi di Kabupaten Merauke. Adapun hasil dari analisa ini akan menjadi bahan masukan bagi YWL Papua untuk membangun strategi pendekatan program dan advokasi yang perlu dilakukan untuk menghadapi pengaruh dari lingkungan external yaitu politik, ekonomi, sosial, dan teknologi,” kata direktur YWL Papua, Paschalina Rahawarin.

Tujuan dilakukannya kegiatan melalui PEA Assement yakni untuk mengidentifikasi faktor pendorong sosial, gender, politik, dan ekonomi yang dapat mempengaruhi rangkaian rencana dan strategi program yang akan dilaksanakan di kabupaten Merauke.

Pemetaan para pihak dengan metode PEA ini bertujuan untuk mengidentifikasi para pihak (tokoh adat, perempuan, disabilitas, Pemda, DPRD, akademisi) yang potensial untuk tergabung dalam MSF, Mengidentifikasi para pihak yang dapat menjadi saluran informasi dan dapat melakukan fungsi edukasi komunikasi dalam masyarakat khususnya masyarakat adat.

Lalu mengidentifikasi  para pihak  mana saja yang dapat memberikan pengaruh positif kepada program-program pelestarian  lingkungan , pengelolaan SDA yang lebih baik dan berdampak kepada masyarakat terutama kepada masyarakat adat.[JON-NAL]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *