27 Juli 2024

Persoalan Pendidikan, Thyasony Betaubun Kurangnya Guru Yang Mengabdi Dengan Hati

0

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Merauke, Thiasony Betaubun

Merauke, PSP – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Merauke Thyasony Betaubun mengemukakan bahwa, nasib pendidikan pada anak-anak yang berkebutuhan khusus tentu ada lembaga yang bertanggung jawab atas nasib anak-anak berkebutuhan khusus ini seperti, SDLB, SMPLN dan SMALB, dan ketika anak-anak berkebutuhan khusus ini lulus dari SLB, maka anak-anak ini telah berhasil dalam mengikuti pendidikan inklusif atau pendidikan khusus.

“Anak-anak berKebutuhan khusus yang mengikuti pendidikan inklusif atau pendidikan khusus itu  seperti, anak-anak cacat mentak dan cacat fisik, model pendidikan inklusif ini semua sudah diterapkan pada pendidikan yang berpola asrama. Dan juga memang mereka harus memiliki suatu badan hukum dan pengurus secara khusus, agar apa yang menjadi kebutuhan serta keinginan dapat di penuhi serta di gapai dengan baik,” ungkap Thyasony di ruang kerjanya, Kamis (9/12/21).

Sambungannya, pendidikan berkebutuhan khusus berdasarkan peraturan pemerintah No 70 itu, harusnya guru-guru khusus yang betul-betul memahami tentang anak-anak yang berkebutuhan khusus. Guru-guru ini yang kemudian membimbing dan membina anak-anak berkebutuhan khusus, bukan guru-guru umum yang membimbing mereka, tetapi guru-guru yang memang mempunyai profesi dalam membimbing dan membinan mereka, seperti misalnya profesi  tentang tunanetra, tunarungu dan lainnya.

“Contohnya anak-anak berkebutuhan khusus yang berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat, itukan yang lebih memahami betul adalah guru-guru yang memang mempunyai bidang studi ilmunya disitu, sehingga merekalah yang mampu mengeskplorasi ilmu pengetahuan menggunakan bahasa isyarat dan lainnya, karena tidak semua guru-guru dapat membimbing mereka dengan menggunkan bahasa isyarat, tentu itu hal yang sullit,” kata dia.

Dia juga menambahkan, kondisi pendidikan yang ada di kabupaten merauke, pada prinsipnya orang melihat bahwa pendidikan di kabupaten merauke hanya ada di daerah kota dan pinggiran yang maju, tetapi di daerah 3T (Terdalam, Terluar dan Tersulit) susah dan tidak berjalan optimal, persolan ini terjadi karena memang kekurang  tenaga guru yang mempunyai panggilan hati. Kekurangan tenaga guru ini yang menjadi objek permasalahan utama, maka yang paling utama di benahi oleh dinas adalah menyangkut data, sarana, tenaga guru dan peningkatan mutu.

“Memang saya menyadari betul bahwa daerah 3T ini tidak berjalan dengan optimal dan baik, karena memang betul-betul tidak ada guru yang terpanggil dengan hati untuk mau mengabdi di daerah 3T ini, perbedaan ini sangat jauh jika di bandingkan dengan guru-guru yang dulu. Ketika guru-guru di kota berbicara pendidikan tidak berjalan baik, lalu apakah ada guru-guru yang di kota yang mau untuk di pindahkan bertugas di daerah 3T, oleh karena itu kita harus melihat pendidikan dari objek permasalahannya,” pungkasnya. [RADE-NAL]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *