Pelintas Batas Tradisional Lewat Torasi Masih Dibatasi
Merauke, PSP – Hingga saat ini aktifitas pelintas batas tradisional antar dua negara (Indonesia-PNG) lewat jalur Torasi, masih dibatasi. Artinya, tidak ada pelintas batas yang lalu lalang di sana. Pembatasan itu sendiri diberlakukan setelah adanya instruksi penutupan sementara oleh pemerintah, lantaran mewabahnya virus corona/covid-19.
Komandan Lantamal XI Merauke, Brigjen TNI (Mar) Lukman,ST,M.Si (Han) mengemukakan, aktifitas kembali dibuka, bila sudah ada perintah. Sebab, tugas pengawasan untuk pelintas batas itu sendiri merupakan tanggungjawab bersama dengan lembaga pemerintah lainnya, seperti imigrasi, karantina maupun bea cukai.
“Karena, Pos TNI AL di sana (Torasi,red), sebenarnya ada tugas pokok sendiri yaitu pengamanan perbatasan dan pengamanan daerah rawan,” terang Danlantamal XI kemarin.
Namun, pihaknya juga mendata/mencatat, bagi pelintas batas yang melintas. Begitu pula dengan apa yang menjadi kebijakan pemerintah daerah. Yang jelas, para pelintas batas harus memiliki kartu pelintas batas dan kartu ijin melintas.
Sesuai dengan perjanjian khusus kedua negara (Indonesia dan PNG), kata Danlantamal XI, untuk pos terpadu pelintas batas, sebenarnya ada di Kondo. Namun, rata-rata pelintas batas setelah melapor di Posal Torasi, langsung melanjutkan perjalanan ke Merauke.
“Jadi rekan-rekan dari instansi yang saya sebut tadi, sifatnya proaktif. Jadi tidak semuanya di tunggu di pos Kondo,” ujarnya.
Keberadaan Posal itu juga, membantu perekonomian masyarakat saja. Karena sudah ada perintah dari pimpinan atas, kegiatan nelayan tradisonal maupun pelintas batas tradisional, semuanya sifatnya membantu yakni pembinaan potensi maritim.
Ketika ditanya, apakah ada ditemukan pelintas batas yang melanggar, Danlantamal XI menyebut, sebetulnya perlu duduk bersama dengan instansi pemerintah terkait lainnya untuk membicarakannya. Karena yang dilakukan oleh masyarakat dari Indonesia (Merauke,red) ke negara tetangga, bersifat persuasif, kaitannya ekonomi. Dari barang yang dibawa, sebenarnya saling membutuhkan. Di PNG masyarakatnya butuh masyarakat dari Indonesia untuk membeli barang mereka.
Sesuai dengan ketentuan pelintas batas, batasan maksimal barang yang bisa dibawa hanya bernilai Rp 3.000.000. Tapi faktanya, pelintas batas membawa barang dengan nilai yang melebihi ketentuan itu. Dimana, mereka berangkat ke PNG dengan membawa modal begitu besar. Sekelmbalinya dari PNG, mereka membawa barang masuk ke Indonesia yang nilainya sudah lebih dari ketentuan. “Jadi kita sebetulnya, kalau mau keras, gak boleh lewat mereka. Di sini kita sudah sering mengajak pihak karantina, imigrasi, maupun bea cukai untuk bekerjasama,” pungkasnya.[FHS-NAL]