MRP Papua Selatan Minta Libatkan Masyarakat Adat Dipertemuan Pemerintah dengan Investor

Fransiskus Wombon.
DPMPTSP Papua Selatan : Pertemuan tertutup, kami tidak libatkan masyarakat adat.
Merauke, PSP – Pemerintah Provinsi Papua Selatan lewat Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Papua Selatan akan melakukan pertemuan dengan 41 perusahaan yang bergerak dibidang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) se – Provinsi Papua Selatan.
Pertemuan itu diagendakan pada Jumat 25 April 2025 berlangsung di Kantor DPMPTS Provinsi Papua Selatan.
Menurut surat undangan yang diterima media ini, pada Rabu 23 April 2025, undangan tertanggal 22 April 2025 itu diteken langsung oleh Gubernur Papua Selatan Prof. Apolo Safanpo.
Agendanya adalah untuk percepatan realisasi investasi di Papua Selatan dan untuk memastikan proses rekomendasi PBPH yang sudah diberikan pemerintah Provinsi Papua Selatan.
Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Selatan, Fransiskus Xaverius Imap Wombon meminta DPMPTSP Provinsi Papua Selatan melibatkan masyarakat adat dalam pertemuan.
“Kami minta pemerintah wajib melibatkan masyarakat adat dalam pertemuan itu,” pintanya, Rabu (23/4).
Menurut dia, mengingat hak ulayat yang digunakan para pihak perusahaan adalah tanah adat, MRP Provinsi Papua Selatan selaku lembaga representatif masyarakat adat di Selatan Papua seyogyanya turut dilibatkan.
“DPMPTSP harus koordinasi ke MRP, maupun masyarakat adat , itu jelas amanat otsus. Jangan sampai masyarakat adat tersinggung akan hal ini. Kalau itu tidak diindahkan kami mendesak Pemerintah PPS menunda pertemuan itu. Ini akan berdampak buruk bagi pemilik hak ulayat dibawah,” tegas Wombon.
Kepala DPMPTSP Provinsi Papua Selatan Petrus Assem yang dikonfirmasi lewat gawainya, membenarkan bakal berlangsung pertemuan dimaksud.
“Iya kami akan laksanakan dan panggil pihak perusahaan, kami akan evaluasi dan mereka harus laporkan PBPH mereka,” kata Assem. Ditegaskan Assem, pertemuan itu bukan pertemuan terbuka, yang harus melibatkan masyarakat adat. “Tertutup, kami mau evaluasi dari perizinannya, jadi tidak melibatkan masyarakat adat. Intinya kami evaluasi , jadi kalau tidak layak tidak akan kami proses selanjutnya, menurut mekanisme. Karena untuk mencabut perusahan itu hal yang susah. Jadi pertemuan itu tidak terbuka,” tegas Assem. [ERS-NAL]