MRP Provinsi Papua Selatan Minta Cipta Karya Tunda Pembangunan Gedung MRP di Salor, Ini Alasannya

Damianus Katayu, M.AP
Merauke, PSP – Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Selatan meminta Cipta Karya menunda sementara terkait pembangunan gedung MRP yang sedang berlangsung di Salor, pusat pemerintahan Provinsi Papua Selatan.
Hal ini disampaikan Ketua MRP Provinsi Papua Selatan Damianus Katayu, M.AP saat ditemui di kantornya, Senin (17/2). Dikatakan Katayu informasi terkait rancangan pembangunan tersebut baru mereka peroleh dari informasi di lapangan, dan hal ini menjadi salah satu alasan bagi MRP untuk meminta pihak Cipta Karya menunda sementara proyek tersebut.
Katayu bilang perbedaan perlakuan antara Provinsi Papua Selatan dengan provinsi lain seperti Papua Tengah dan Papua Pegunungan yang dilakukan BPPW Papua. “Di provinsi lain, seperti Papua Tengah dan Papua Pegunungan, BPPW (Balai Prasarana Permukiman Wilayah Papua) selalu berkoordinasi dengan MRP terkait rancangan dan desain kantor MRP. Namun, kami di MRP Papua Selatan tidak pernah dilibatkan dalam proses koordinasi terkait desain gedung MRP yang ada di Salor,” ujarnya.
Setelah MRP Provinsi Papua Selatan dilantik dan beroperasi selama satu tahun, mereka merasa tidak pernah dilibatkan dalam rencana pembangunan kantor MRP di Salor. “Kami baru mengetahui rancangan pembangunan ini di jalan, dan itulah alasan kami meminta Cipta Karya agar pembangunan gedung MRP di Salor ditahan sementara,” kata Katayu.
Terkait dengan masalah ini, MRP Papua Selatan sudah mengirimkan surat kepada Menteri Pekerjaan Umum, yang telah mendapatkan respons positif.
Selain itu, MRP Papua Selatan juga telah mengadakan pertemuan dengan pihak BPPW yang difasilitasi oleh pemerintah Provinsi Papua Selatan.
Dalam pertemuan tersebut, MRP diberikan kesempatan untuk menyampaikan pandangan mengenai desain kantor MRP yang selama ini dianggap terlalu bernuansa nasionalis.
“Desain -nya terlalu nasional,” ucapnya.
Katayu menjelaskan, MRP Papua Selatan menginginkan agar desain kantor MRP mencerminkan nilai-nilai adat dan budaya Papua Selatan. “Kami ingin desain gedung ini berbau adat, karena gedung ini akan menjadi simbol rumah adat bagi masyarakat Papua di Selatan. Selama ini, desainnya terlalu mengedepankan unsur nasional,” ujarnya.
Beberapa usulan desain telah disampaikan oleh MRP Papua Selatan, antara lain model atap gedung yang terinspirasi dari arsitektur tradisional suku Jeu (Asmat), dengan tambahan elemen Boni Sai di atasnya selain logo MRP. Pilar utama di depan gedung diusulkan berbentuk tifa, yang melambangkan empat kabupaten di Papua Selatan. Lantai dasar gedung diusulkan menggunakan anyaman gagar khas adat Boven Digoel, sementara nama-nama ruang di dalam gedung diharapkan mencerminkan suku-suku yang ada di Papua Selatan.
“Itu akan jadi rumah bagi seluruh orang Papua di Papua Selatan,” tegasnya.
Ditambahkan, dengan berbagai usulan tersebut, MRP Papua Selatan berharap agar desain gedung MRP di Salor dapat menjadi representasi yang kuat dari identitas budaya lokal, sekaligus menciptakan kebanggaan bagi masyarakat Papua Selatan.
Ditempat berbeda, Kepala Bapperida Provinsi Papua Selatan Dr. Ulmi Listianingsih Wayeni, S.Sos, M.M menyampaikan, dalam pertemuan terkait komplain Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Selatan mengenai pembangunan gedung MRP di Salor, yang dilakukan bersama pihak Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW), disepakati bahwa MRP diberikan waktu mengusulkan desain bangunan yang mencerminkan keterwakilan empat kabupaten di Papua Selatan.
Rencananya, akan ada pertemuan lanjutan setelah MRP mengusulkan desain yang diinginkan.
“Memang dalam pertemuan kemarin, MRP diperbolehkan mengusulkan desain, tetapi perubahan tersebut tidak boleh mengganggu pagu anggaran yang sudah ditetapkan,” ujar Ulmi. Selain itu, MRP akan mengajukan rancangan desain secara langsung kepada BPPW Papua di Jayapura. “Mungkin desainnya tidak akan berubah sepenuhnya, mungkin ada penambahan ornamen yang mewakili empat wilayah Papua Selatan pada empat tiang pilar gedung,” tambahnya. [ERS-NAL]