DPD RI Serap Aspirasi Masyarakat Adat Terkait Permasalahan PSN Merauke

0
Audiensi masyarakat adat dengan DPD RI terkait penolakan PSN Merauke.

Audiensi masyarakat adat dengan DPD RI terkait penolakan PSN Merauke.

Banidekita Sitepu : Mudah-mudahan DPD RI bisa menjembatani ini untuk mencapai tujuan bersama

Merauke, PSP – Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia melakukan kunjungan kerja ke kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan, Senin (2/12). Kunjungan kerja Komite II DPD RI tersebut guna melihat langsung permasalahan terkait dengan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN).

Ketua komite II DPD RI, Badikenita Sitepu bersama Wakil Ketua 2 Komite II DPD RI, Abdul Waris Halid beserta 2 anggota DPD RI dapil Papua Selatan yaitu Sularso dan Frits Tobo Wakasu dalam kunjungannya di Merauke tersebut melakukan audiensi dengan masyarakat yang tergabung dalam Forum Masyarakat Adat Malind Kondo Digul yang menyatakan menolak kehadiran PSN di wilayahnya bertempat di Auditorium kantor Bupati Merauke.

Masyarakat yang terdampak PSN menolak secara tegas menolak pelaksanaan PSN. Penolakan tersebut juga tertuang didalam surat pernyataan yang disampaikan kepada pimpinan DPD RI yang hadir.

Dalam surat pernyataan tersebut, masyarakat adat menilai bahwa kebijakan PSN Merauke tanpa ada kesepakatan luas masyarakat berdasarkan prinsip FPIC  (Free Prior Informed Consent) yaitu persetujuan masyarakat berdasarkan informasi sejak awal proyek dan tanpa ada paksaan, manipulasi rayuan, melainkan secara sadar dan bebas.

Selain itu, kebijakan dan proyek PSN Merauke diterbitkan tanpa disertai kajian sosial dan lingkungan hidup yang memadai serta melibatkan masyarakat adat terdampak langsung dan tidak langsung.

“ Hingga saat ini, kami belum mendapatkan dan memperoleh bahan Kajian Lingkungan Hidup Strategis, AMDAL dan dokumen kajian hidup lainnya,” sebut isi surat pernyataan tersebut.

Kemudian masyarakat adat juga menyebut perusahaan yang melaksanakan PSN Merauke telah mengoperasikan alat dan sumber daya untuk menggusur kawasan hutan, savana, rawa dan lahan gambut hingga mengakibatkan terjadinya pengrusakan, penggundulan dan penghilangan kawasan hutan dan lahan, rawa, savana dan lahan gambut, tempat sumber mata pencaharian, sumber pangan, tempat penting dan sakral dalam jumlah luas lebih dari 10. 000 Hektar dan dapat mencapai jutaan hektar.

Selanjutnya bahwa pemberian izin usaha dilakukan secara tertutup dan diduga terjadi praktik kolusi dan nepotisme, tidak adil dan monopoli, hanya menguntungkan kelompok dan orang tertentu.

Masyarakat adat juga menyoroti terkait pemerintah, kementerian dan panglima TNI sepemahaman membuat kebijakan, membentuk dan menggunakan aparat militer TNI dalam PSN Merauke, termasuk memfasilitasi proses pengalihan hak atas tanah dan pengamanan proyek cetak sawah baru.

“ Keberadaan dan aktivitas aparat militer telah menimbulkan rasa tidak aman dan tekanan psikis bagi masyarakat di kampung,” jelasnya.

Karenanya, masyarakat meminta kepada pimpinan DPD RI, ketua Komite II DPD RI dan anggota DPD RI Provinsi Papua Selatan agar mendesak Presiden RI, Kementerian dan Lembaga Negara terkait PSN Merauke untuk menghentikan proyek ini.

“ Tolong sampaikan ini ke bapak Presiden dan Wakil Presiden bahw kami masyarakat adat Malind dengan tegas menolak pembukaan lahan baru dan juga PSN,” tegas Juru Bicara Forum Masyarakat Adat Malind Kondo Digul, Simon Petrus Balagaize dalam audiensi tersebut.

Sementara itu, Ketua Komite II DPD RI, Badikenita Sitepu mengatakan pihaknya akan menjembatani permasalahan tersebut bersama dengan lembaga terkait yang melaksanakan PSN Merauke tersebut.

“ Hasil dari sini nanti hari Rabu kita akan ada rapat bersama seluruh komite terkait di DPD RI dengan kementerian, ini kita memang sesuai dengan kesepakatan pada kehadiran masyarakat di Jakarta kita akan hadir, melihat, mendengarkan dan bertemu yang memang ada di sekitar ini,” katanya kepada wartawan.

Masyarakat adat saat menyerahkan surat pernyataan penolakan PSN Merauke kepada DPD RI.

Lebih lanjut, Badikenita menuturkan mungkin ada beberapa nanti penyesuaian data yang sebenarnya ada dimana dan bisa melihat masyarakat bukan menolak kehadiran pemerintah, masyarakat ingin ada hal-hal tetap terjaga dan kemudian jika pembangunan dilakukan memang yang berhasil dan memberikan manfaat.  

“ Saya pikir pemerintah juga dengan sekarang pak Prabowo dengan swasembada pangan pasti juga melihat tidak langsung menyamakan semua kondisi yang ada dan pasti bapak Presiden dengan programnya tidak ada Presiden yang ingin menyengsarakan masyarakatnya,” pungkasnya.[JON-NAL]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *