Palang Kantor PT. APM, Masyarakat Adat Layangkan Dua Tuntutan

0
Masyarakat dari kampung bupul saat foto bersama usai memalang kantor pabrik sawit PT APM

Masyarakat dari kampung bupul saat foto bersama usai memalang kantor pabrik sawit PT APM

Tanah Merah, PSP – Masyarakat Pemilik Hak Ulayat palang Kantor Pabrik Sawit Perusahaan PT. Agrinusa Persada Mulia (APM) yang berlokasi di  Kampung Bupul Distrik Elokobel Kabupaten Merauke. Aksi Pemalangan Kantor Pabrik yang dilakukan oleh Masyarakat itu, buntut dari kekecewaan masyarakat terhadap Perusahaan PT. APM yang dinilai tertutup dalam proses pengolahan Sawit.

Kanisius Wonijai mewakili Empat Marga yakni Marga Kewamijai, Keijai, Wonijai dan Marga Kamijai mengatakan selama ini pihaknya merasa ditipu oleh pihak perusahaan, pasalnya selama 6 Tahun beroperasi, pihak perusahaan berjalan sendiri tanpa melibatkan masyarakat pemilik hak ulayat, dan terkesan tertutup.

Dikatakan Kanisius, terkait permasalahan tersebut,  dari empat marga sudah melakukan berbagai cara untuk bertemu dengan pihak menejemen perusahaan, namun seolah tidak di hiraukan sehingga, pihak Marga bersepakat untuk melakukan Pemalangan kantor Pabrik.

Kanisius juga minta kepada Pemerintah dalam hal ini, Pemkab Merauke dan Pemprov PPS serta Majelis Rakyat Papua agar memfasilitasi untuk pertemuan antara pihak pemilik hak ulayat dan pihak perusahaan untuk duduk bersama menyelesaikan persoalan tersebut. Namun jika tidak kantor Pabrik akan tetap dilakukan Pemalangan.

“Jadi ini adalah jalan satu-satunya kita lakukan pemalangan, karena selama ini kita sudah melakukan berbagai upaya tapi tidak di respon, jadi biar kita palang supaya ada respon dari pemerintah dan terutama pihak perusahaan,”ungkapnya.

Hal yang sama juga dikatakan Natalis Kaijai, menurutnya sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam MoU antara pihak Marga dan pihak perusahaan dalam Proses pengelolaan Sawit, salah satunya adalah, Cangkang Sawit dan perondolan harus di kelola oleh masyarakat adat setempat, hal ini untuk menambah pendapatan masyarakat. Jika tidak, maka pihak perusahan harus menyediakan tender untuk diberikan kepada masyarakat adat, dan masyarakat adalah yang menentukan pihak lain untuk pengelolaan selanjutnya.

Perjanjian inilah yang dilanggar oleh pihak perusahaan yang mana selama kurang lebih 6 Tahun beroperasi masyarakat adat, terutama pemilik marga tidak di libatkan, dalam proses tersebut, sehingga masyarakat melakukan aksi Pemalangan kantor pabrik. Sehingga ada tanggapan dari pihak perusahaan. “Jadi dalam aksi pemalangan ini ada dua tuntutan yaitu yang pertama, masyarakat adat minta ganti rugi selama 6 Tahun Operasinya perusahaan. Dan yang kedua adalah segera memberikan kuasa penuh terhadap pemilik hak Ulayat untuk mengelola sawit selanjutnya,”ungkapnya. [VER-NAL]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *