Pelni untuk Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Tampak aktivitas memuat barang ke kapal perintis KM. Sabuk Nusantara 53 di pelabuhan Merauke untuk dibawa ke wilayah tujuan.
“Jadi sekarang masyarakat sudah lebih mudah kalau mau pergi ke Merauke begitupun mau pulang dari Merauke,” Kadistrik Assue,Kabupaten Mappi, Benni Kelanit.
Oleh : Eron Simbolon
Merauke, PSP – Mungkin, bagi sebagian orang yang belum pernah menginjakkan kaki di Papua menganggap masih ada wilayah di Papua yang belum terjamah alias terisolasi.
Ya, tentu masih ada. Namun, saat ini pemerintah tampaknya juga terus berupaya membuka pintu untuk semua keterisolasian itu.
Lewat program-program kementrian terkait, seperti misalnya Kementrian Perhubungan yang memberikan penugasan kepada perusahaan pelayaran baik BUMN maupun swasta.
PT. Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) salah satu perusahaan milik negara yang menjadi aktor, untuk menjalankan program maupun penugasan membuka pintu keterisolasian di wilayah NKRI.
Di ujung timur Indonesia, Provinsi Papua Selatan salah satu wilayah yang menjadi daerah pelayanannya. Provinsi baru ini, mencakup 4 kabupaten sesuai undang-undang Nomor 14 Tahun 2022, baik Merauke, Mappi, Asmat juga Boven Digoel.
Membelah ombak hingga ke pelosok Nusantara, kalimat ini mungkin bisa disematkan kepada Pelni. Dikarenakan kabupaten-kabupaten itu dikelilingi laut Arafura dengan beberapa wilayah seperti kampung maupun distrik yang masih tergolong wilayah pelosok namun terhubung oleh laut.
Sekarang Pelni lewat anak cabangnya di Merauke, selain memiliki 3 kapal penumpang seperti KM. Sirimau, KM. Tatamilau dan KM. Lauser untuk melayani masyarakat keluar maupun ke dalam Papua Selatan, juga memiliki sebuah kapal perintis yakni KM. Sabuk Nusantara 53.
Kementrian Perhubungan menugaskan Pelni mengoperasikan Sabuk Nusantara 53 itu melayani masyarakat dibeberapa kampung pelosok di Papua Selatan.
Rutenya, Merauke-Wanam-Atsy-Ecy-Agats-Sawaerma-Agats-Atsy-Wanam-Merauke. Lokasi-lokasi ini merupakan wilayah dari 3 kabupaten baik Mappi, Merauke maupun Asmat yang adalah perkampungan maupun distrik warga Papua.
“Dalam satu bulan, sabuk 53 masuk dalam 3 ron proyek, jadi 10 hari. Yang sebelumnya 15 hari,” ujar Kepala Pelni Cabang Merauke Muhammad Assagaf di kantornya, Selasa (2/7).
Assagaf menyebutkan, kapasitas penumpang kapal perintis itu sebanyak 235 penumpang dan 40 ABK dengan kisaran tiket harga Rp. 50.000 tergantung tujuan.
Dikatakan Assagaf, saat ini mereka tengah mengupayakan penambahan lokasi pelayanan di wilayah Kanami. Kanami ini merupakan sebuah dusun, antara Agats dan Atsy.
“Kami ada usulkan satu wiilayah yaitu dusun Kanami, itu antara Agats-Atsy. Lokasi itu berpeluang bisa disinggahi, karena apa, penumpang masih banyak lewat disitu, jadi kita bantu. Jadi nahkoda sambil lewat kasi turun jangkar disana. Kami juga sudah diundang oleh pemerintah Papua Selatan untuk membahas rencana trayek tahun 2025,” kata Assagaf.
Perintis 53 ini, bukan hanya mengangkut penumpang ke wilayah-wilayah pelosok itu. Tapi juga sebagian barang curah terutama sembako maupun hasil bumi dari satu kampung ke kampung lainnya.
“Kalau barang curah lebih ke sembako ya, dan kami Pelni tetap koordinasi dengan KSOP, yang penting ada dokumennya. Yang dilarang untuk dibawa itu, seperti minyak tanah, skuter listrik, motor, kecuali dibongkar. Seperti sepeda listrik, itu bisa di kondisikan mengingat di Agats kendaraan dominan kan motor listrik.
Kalau saya ijinkan, dengan catatan batrai di lepas, dan kalau motor dibongkar, lalu ditimbang berupa sparepart. Hasil bumi masyarakat seperti pisang-pisang, itu yang kami utamakan bisa diangkut. Tapi kami tetap memastikan kesesuaian kapasitas jumlah muatan,” tutur Assagaf.
Ijin diberikan mengangkut sembako, lanjut Assagaf, demi upaya mendorong perputaran roda perekonomian di wilayah pedalaman.
“Demi perputaran ekonomi di kampung tujuan kapal. Seperti supermi dan sejenisnya.
Perintis ini kan salah satu tol laut untuk wilayah-wilayah kecamatan atau distrik wilayah terluar,” ungkap dia.
Budaya masyarakat di Papua yang masih dominan melakukan pembayaran tunai dalam bertransaksi, turut disiasati pihak Pelni. Khususnya dalam hal penjualan tiket, yang memang saat ini bertransisi dari manual ke sistem digital. Dengan cara, menyediakan ATM kantor Pelni Merauke.
“Untuk membantu masyarakat yang belum bisa membeli tiket lewat online, kami bantu mereka, mereka berikan uang, kami belikan lewat ATM kantor, begitu kami menyiasati, karena kita tau budaya kita di Papua itu masih banyak masyarakat yang belum memiliki android dan belum bisa mengakses internet.
Jadi kami sosialisasikan juga bahwa pelayanan sudah sistem digital, namun tetap kami kondisikan karena masyarakat membawa uang tunai,” kata Assagaf.
Harga Sembako Sudah Jauh Lebih Murah
Sekertaris Dinas Perhubungan Asmat Maichel Womsiwor mengatakan, untuk kapal baik dari luar ke Asmat maupun sebaliknya, ada kapal Pelni sebanyak 3 kapal, Tatamilau, Lauser dan Sirimau. Kemudian ada kapal Tol Laut untuk kontener peti kemas. “Itu juga ada 3 kapal, satu bulan satu kali, seperti Temas itu sudah melayani 2 kali dalam satu bulan. Dan ada juga tol laut perintis seperti KM Sabuk 53,” ungkap Womsiwor di Merauke.
Disebutkan Womsiwor, aksesibilitas ke Asmat semakin mudah beberapa tahun terakhir sampai dengan saat ini yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi di Asmat.
“Sebelum tahun 2018 masih sulit, khususnya dari kampung ke distrik, distrik ke ibu kota kabupaten. Kalau dari laut, kapal putih seperti Tatamilau dan Kalimutu sudah melayani memang sebelumnya,” tutur Womsiwor.
Distribusi logistik yang semakin lancar, berpengaruh pada disparitas harga barang-barang pokok.
“Seperti air mineral saja, dulu Rp.110.000 per karton, sekarang sudah sama kayak di Merauke Rp. 75.000 sampai Rp. 80.000. Ya kita harus akui ekonomi dia bertumbuh. Bisa dilihat dari gencarnya pembangunan hotel, investasi bangun hotel. Seperti kuliner-kuliner, apalagi sejak menjadi Provinsi , kunjungan – kunjungan semakin sering. Kemudian jalanan juga sudah mulai di aspal,” jelasnya.
Ditempat terpisah, salah seorang penyalur barang-barang sembako ke kampung Wanam distrik Ilwayab Syahrul, mengatakan sebelum adanya perintis ke Wanam, mereka menggunakan kapal milik nelayan berukuran 30 gross ton (GT) untuk mengirimkan barang sembako.
“Dulu itu kirim barang kesana pakai kapal nelayan di pelabuhan rakyat sana, harganya mahal, sampai dua, tiga jutaan karena sistem carter kapal toh, ada kapal cargo juga. Tapi kalau sekarang pakai perintis lumayan terjangkau lah, teman-teman yang jualan disana (Wanam) juga tidak menjual barang dengan harga mahal lagi,” ujar Syahrul di sela-sela dirinya memantau muat barang ke kapal perintis SN 53 di pelabuhan Merauke, Kamis (4/7).
Biasanya, kata Syahrul, barang-barang yang dikirim seperti beras, supermi, rokok, air, tepung, gula dan sebagainya, dibeli oleh masyarakat yang didominasi para nelayan disana sebagai bahan makanan (Bama) untuk melaut.
Keberadaan kapal Pelni perintis Sabuk Nusantara 53 yang melayani kampung Ecy di Distrik Assue Kabupaten Asmat cukup membantu masyarakat dalam hal mencari transportasi jika hendak berpergian.
“Kalau bisa saya bilang kapal yang melayani ke distrik kami di kampung Ecy ada sabuk 53, membantu masyarakat dalam hal mendapatkan transportasi, karena memang kan hanya lewat jalur laut untuk kesini, kalau dia bawa penumpang sudah tentu membantu masyarakat, khususnya buat warga kami orang Papua di 18 kampung se-distrik Assue karena dulu kan susah kesini. Jadi sekarang masyarakat sudah lebih mudah kalau mau pergi ke Merauke begitupun mau pulang dari Merauke,” ujar Kepala Distrik Assue Benni Kelanit lewat sambungan teleponnya, Sabtu (13/7).
Dikatakan dia, mendapatkan barang dengan harga yang relatif terjangkau tidak lah sulit lagi. Dengan perbandingan yang ada di ibukota kabupaten Mappi yakni Kepi.
“Hanya beda sedikit saja di Kepi sama di Ecy, seperti air mineral sedang, di Kepi harga Rp.80.000 di Ecy Rp.90.000,” sebut Benni.
Untuk diketahui, jika dari pelabuhan Merauke menuju Ecy akan memakan waktu 3 hari 2 malam menggunakan kapal.
Untuk menjangkau beberapa kampung di Provinsi Papua Selatan yang hanya boleh diakses lewat jalur laut, boleh dikata kini tidak lagi susah seperti beberapa tahun lalu.
Arus pergerakan orang maupun barang menuju beberapa wilayah yang masuk kategori pedalaman itu terus bergerak.
Meskipun sedianya masih banyak tugas pemerintah untuk menjamah wilayah lainnya.
Namun, lewat realisasi program dan penugasan – penugasan Kemenhub terhadap perusahaan pelayaran di Indonesia salah satunya PT. Pelni agar melayani masyarakat membuka wilayah 3 T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) membuat beberapa wilayah-wilayah itu sekarang terasa ada di depan mata. Harga bahan pokok yang semakin terjangkau, kemudian untuk mendapatkan transportasi pun tidak sulit seperti dulu lagi. [Eron Simbolon]