Suku Awyu Berjuang di Mahkamah Agung, Ketua MRP Papua Selatan : Investasi Harus Pro Rakyat
Merauke, PSP – Dalam upaya mempertahankan hak atas hutan mereka di Kabupaten Boven Digoel, suku Awyu dari Papua Selatan sedang memperjuangkan hak mereka di Mahkamah Agung.
MRP Provinsi Papua Selatan sebagai lembaga representatif masyarakat adat memberikan respons terhadap permasalahan yang melibatkan masyarakat Kabupaten Boven Digoel terkait pembabatan hutan yang diduga mengancam kehidupan masyarakat adat.
Luasan 36.094 hektar yang kini tengah terlibat gugatan hukum melawan pemerintah dan perusahaan sawit demi mempertahankan hutan adat mereka.
Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Selatan, Damianus Katayu, M.AP, menegaskan pentingnya bahwa investasi harus menguntungkan rakyat.
Katayu menyampaikan keheranannya atas fenomena di mana industri sawit yang sukses di Kalimantan, tapi malah menjadi sumber masalah di Papua.
“Investasi harus pro rakyat. Artinya, perusahaan punya uang, kami pemilik punya lahan. Kenapa di Kalimantan orang sukses dengan sawit tapi di Papua sawit jadi sumber masalah. Berarti kan ada penanganan yang salah,” ujar Katayu di Kantor MRP Provinsi Papua Selatan, Kamis (6/6).
Katayu tegaskan perlunya perlakuan yang adil terhadap pemilik tanah, termasuk memberikan 20 persen plasma kepada masyarakat adat sebagai pemilik lahan.
“Sesuatu yang tidak benar perlu kita duduk bersama,” kata Katayu, menegaskan pentingnya penyelesaian bersama-sama. Meskipun belum ada aduan langsung kepada MRP, mereka akan mengikuti perkembangan dan siap bertindak jika ada aduan resmi.
Katayu menekankan bahwa MRP hadir sebagai mediator untuk mencari solusi terhadap sengketa-sengketa seperti ini, dan mereka berharap agar jika suku Awyu memiliki keluhan, mereka melaporkannya kepada MRP.
“Tidak serta merata nanti kami melihat investasi akan merugikan masyarakat, karena masyarakat juga butuh perubahan. Mereka (masyarakat) harus mendapatkan keuntungan dari investasi. Selama ini yang terjadi masyarakat selalu dirugikan. Kalau hanya sebatas kompensasi terus terang masyarakat akan tersisih, dan selama ini mereka hanya diberikan sebatas kompensasi, berbeda kalau dibuat dengan skema plasma,” pungkasnya. [ERS-NAL]