Sambil Berlinang Air Mata, Mama-Mama Papua Curhat ke MRP, Ekonomi Semakin Sulit !
Merauke, PSP – Mama – mama Papua yang berprofesi sebagai pedagang mengalirkan air mata saat menyampaikan aspirasi mereka kepada Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Selatan dikantor MRP Papua Selatan pada Senin (18/3).
Dalam pertemuan itu, mereka dengan penuh emosi memaparkan tantangan dan kesulitan yang mereka hadapi dalam menjalankan usaha dagang mereka.
Dengan suara gemetar dan mata berkaca-kaca, para mama-mama tersebut mengungkapkan kesulitan ekonomi yang mereka hadapi, terutama dalam hal akses pasar dan sarana pendukung usaha.
Mereka memohon bantuan dan perhatian lebih dari pemerintah dan lembaga terkait untuk meningkatkan kondisi ekonomi mereka.
Milka Balagaize sebagai koordinator aksi memberikan suara sejumlah tuntutan Mama-Mama Pedagang Papua.
Mereka mendesak MRP Provinsi Papua Selatan untuk melakukan koordinasi dan komunikasi bersama pemerintah kabupaten Merauke, agar pasar di belakang SMPN 2 dijadikan pasar utama bagi Mama-Mama Papua.
Selain itu, Pasar Blorep di Kelurahan Kamundu yang telah dibangun Pemerintah kabupaten Merauke, dijadikan sebagai unit kedua sekaligus pusat kerajinan serta balai pelatihan untuk pengembangan ekonomi bagi Mama-Mama Papua.
Tuntutan lainnya adalah agar MRPS memasukkan agenda pembangunan pasar Mama-Mama asli Papua yang layak dan sesuai dengan lokasi di belakang SMPN 2 Merauke agar dibahas anggarannya bersama pemerintah Provinsi Papua Selatan.
Selanjutnya, MRP Provinsi Papua Selatan diminta mengawasi program ekonomi yang tepat sasaran kepada Mama-Mama Papua sesuai persebaran pasar OAP dengan data yang valid.
Mama-Mama Pedagang Papua juga mendesak Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua Selatan memastikan Pasar Mama-Mama Papua menjadi agenda tugas wajib pemerintah. Mereka juga meminta MRPS dan Penjabat Gubernur Papua Selatan mengeluarkan produk hukum terkait dengan pangan lokal dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan bagi OAP.
Milka mengungkapkan alasan Pasar Blorep dijadikan unit kedua adalah karena lokasinya tidak strategis dan jauh dari permukiman warga.
Hal ini membuat pasar tersebut tidak menarik konsumen untuk berkunjung dan berbelanja di sana. Selain itu, akses transportasi ke Blorep dianggap sulit, termasuk trayek kendaraan yang belum dibuka, sehingga mempersulit Mama-Mama Papua dalam berjualan.
Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Selatan, Damianus Katayu, M.AP, dalam kesempatan yang sama, mengungkapkan sejarah panjang pasar di Merauke, mulai dari pasar Pelita hingga pasar Blorep, pasar Ampera ke pasar Mopah, dan kembali ke pasar Wamanggu. Namun, status pasar Mopah hingga saat ini masih belum jelas.
Pembagian los di pasar Wamanggu juga menjadi sorotan. Damianus Katayu menyebut bahwa banyak alasan mama Papua memilih untuk berjualan di luar pasar, salah satunya karena tempatnya yang kecil.
Ia juga mengingatkan tentang rekomendasi beberapa waktu lalu untuk adanya pasar transit, sehingga memudahkan petani dan penjual bertransaksi.
“Perjuangan ini sungguh luar biasa, perjuangan tidak berhenti. Kami di MRP juga memiliki latar belakang sebagai orangtua yang berjualan di pasar,” ungkap Damianus Katayu.
Aspirasi dari mama-mama Papua ini diterima dengan baik oleh MRP Provinsi Papua Selatan, dan mereka membentuk tim untuk melakukan koordinasi baik dengan pemerintah kabupaten Merauke maupun Provinsi Papua Selatan. MRP juga menjelaskan bahwa pemberdayaan ekonomi mama Papua di pasar merupakan bagian dari implementasi undang – undang Otsus yang wajib diperhatikan dan dijalankan.
“Aspirasi ini kami terima dan kami bentuk tim untuk lakukan koordinasi baik ke pemerintahan kabupaten Merauke maupun Provinsi Papua Selatan. Pijakan nya jelas berdasarkan perintah Otsus dalam empat bidang, yaitu pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pemberdayaan ekonomi,” ujar Katayu mengingatkan. [ERS-NAL]