Curi Motor, Status Asimilasi Richard Wambraw Dicabut
Kepala Bapas : Napi tersebut akan kembali menjalani hukuman penuh tanpa mendapatkan remisi dan ditambah hukuman tindak pidana baru.
Merauke, PSP – Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas II Merauke resmi mencabut status asimilasi seorang narapidana bernama Richard Wambraw (29), setelah kembali melakukan tindak pidana baru. Ia melakukan aksi pencurian sepeda motor pada saat menjalani masa asimilasi di rumah.
Kepala Bapas Kelas II Merauke, Miskidi, SH mengatakan bahwa seluruh narapidana yang menjalani asimilasi di rumah telah menjadi tanggung jawab Bapas dalam melakukan pengawasan. Apabila dalam masa aslimilasi ada narapidana yang melakukan tindak pidana, maka secara otomatis akan diberi sanksi pencabutan asimilasi dan akan kembali menjalani hukuman penuh tanpa mendapatkan remisi, ditambah lagi dengan hukuman tindak pidana baru.
“Jadi memang dia akan kembali menjalani hukuman penuh dan masuk dalam register F (pelanggaran berat). Karena ini merupakan program pemerintah bagi naarapidana tetapi disalahgunakan. Padahal waktu menjalani asimilasi dia rutin wajib lapor di bapas, tetapi tahu-tahunya melakukan tindak pidana,” kata Miskidi saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (18/5).
Dia mengatakan bahwa Richarch sendiri merupakan narapidana kasus penadahan dan dihukum 1 tahun dan 2 bulan penjara. Sementara ia sendiri telah menjalani asimilasi sejak tanggal 5 Mei 2020 lalu dan kembali melakukan tindak pidana pencurian pada tanggal 11 Mei 2020. Oleh sebab itu, saat ini sedang ditahan di Polres Merauke.
“Ia bekerja di perusahaan kelapa sawit di Asiki. Jadi kemarin tuh ceritanya ia mau mengantarkan adeknya sekolah dan pada saat pulang motornya mogok. Lalu ia jalan di sekitarntya ada motor terparkir dan kuncinya tertinggal lalu ia langsung bawa motor tersebut. Akhirnya ia kembali ditahan,” terangnya.
Dia menilai bahwa ada beberapa faktor yang biasanya menyebabkan narapidana kembali melakukan tindak pidana baru ketika sudah berada di luar. Salah satunya adalah masalah ekonomi. Ketika tidak memiliki pekerjaan atau kesulitan uang, maka narapidana tersebut akan cenderung kembali melakukan tindak pidana. Selain itu juga adanya faktor lingkungan yang kurang baik.
“Sebenarnya bukan masalah pembinaan di lapas yang kurang maksimal, karena pembinaan juga sudah dilaksanakan dengan baik dan mereka yang mendapat asimilasi juga telah memenuhi ketentuan. Kami dari petugas dari lapas dan bapas juga telah melakukan pembinaan dengan baik dan kami selalu mengingatkan. Jadi sebenarnya kembali pada pribadi yang bersangkutan lagi,” kata Miskidi. [JAK-NAL]