Pembelian Beras dengan Minimal Patahan 20 Persen, Petani Merasa Keberatan

Sunarto
Merauke, PSP – Petani merasa keberatan dengan kebijakan bulog yang membeli beras dengan standar minimal patahan 20 persen. Pasalnya, rata-rata petani memanen padi dengan kondisi yang telah tua. Hal ini disebabkan oleh kurangnya jumlah combine, sehingga petani lama dalam mengantri untuk mendapat giliran mesin combine.
Salah seorang petani di, SP 8 Kampung Amunkai, Sunarto mengatakan kualitas padi Merauke belum bisa jika dibeli dengan standar maksimal patahan 20 persen. Menurutnya, bulog dan pemerintah daerah harus hadir untuk mencarikan pasar bagi patahan beras petani. Sehingga, beras petani bisa terserap semua.
“Belum sesuai dengan harga segitu, karena beras Merauke rata-rata kalau panen ketuaan, maka otomatis jadi roboh, terendam air, dan hancur. Sedangkan, untuk kualitas beras, Bulog tentukan harus 20 persen patahan. Kemudian, petani Merauke selama ini belum bisa mencapai 20 persen, tetap di 25 dan 30 persen atau bahkan lebih. Kita bukan tidak mau dengan standar dari bulog, tetapi butir patahnya di Merauke lebih besar, bisa-bisa 50:50 antara beras untuh dan patahan. Kita hanya minta dipemerintah, kalau bisa carikan penjualan butir patah keluar merauke, itu kalau mau beras kita berkualitas,” ungkap Sunarto kepada papua selatan pos, Selasa (12/5/2020).
Dengan kondisi ini, imbuh Sunarto, petani merasa sangat terbebani. Selain itu, ia mengungkapkan hanya pada tahun ini standar patahan padi begitu ditekan, sehingga petani merasa kesulitan.
“Sekarang maunya beras yang bagus, sedangkan yang jelek dikasih kita (petani), kita jadi terbebani. Kalau tahun sebelumnya, dengan harga beras 8000 kita tidak kesulitan karena standar patahannya tidak terlalu ditekan. Tapi tahun ini kami kesulitan, karena bulog meminta patahan minimal 20 persen. Jadi kami di Merauke belum siap kalau belum ada jalan keluarnya,” tegasya. [WEND-NAL]