MRP Papua Selatan Siap Dorong Pembentukan Perdasus untuk Perlindungan Masyarakat Adat

0
Damianus Katayu, M.AP

Damianus Katayu, M.AP

Merauke, PSP – Di moment HUT Kota Merauke ke-123, Bupati Merauke, Romanus Mbaraka mengatakan di usianya ke-123, Merauke telah bertumbuh pesat, hanya saja yang perlu menjadi catatan kritis adalah kesejahteraan orang Marind sebagai pemilik tanah ini.

“Merauke tumbuh tapi masyarakat Marind-nya hilang, itu yang harus jadi catatan kritis,” katanya kepada wartawan, Selasa (11/2).

Secara spasial, lanjut Bupati Romanus, dari aspek ruang, dari aspek pertumbuhan infrastruktur, dari aspek fasilitas Merauke tumbuh. Tapi dari aspek manusia Marind pemilik ulayat tanah ini mereka tidak tumbuh.

Dirinya mencontohkan semua ruas jalan di Merauke tidak ada lagi rumah orang Marind di pinggir jalan.

“Tidak usah cari indikator jauh-jauh, di Buti dong sudah mulai tidak ada, jalan dari sini sampai ke Kurik sudah tidak ada orang Marind tanah di pinggir,” jelasnya.

Hal tersebut menjadi catatan kritis bagi pemimpin kedepan untuk memproteksi hidup orang Marind dari pertumbuhan daerah ini.

“ Ini catatan kritis yang untuk semua pemimpin dan harus diperbaiki. Bagaimana diskresi pemerintah untuk proteksi hal ini kedepan, ruang semakin hilang bahkan manusia juga semakin hilang. Harusnya ruang boleh hilang tetapi manusianya tetap tumbuh, itu refleksi saya singkat 123 tahun HUT Merauke,” pungkasnya.

Ketua MRP Provinsi Papua Selatan, Damianus Katayu, M.AP, saat dimintai tanggapan terkait perlindungan masyarakat adat, menegaskan apa yang diberikan negara kepada Papua bukanlah investasi atau Proyek Strategis Nasional (PSN), melainkan Otonomi Khusus (Otsus). Oleh karena itu, apapun yang dilakukan di Papua harus melalui mekanisme Otsus.

“Yang negara berikan kepada Papua itu bukan investasi, bukan PSN tetapi yang negara berikan itu adalah otonomi khusus (Otsus). Maka apapun harus masuk lewat Otsus,” tegas Katayu di kantornya, lusa lalu.

Selanjutnya, Katayu mengingatkan pentingnya kembali kepada budaya adat Papua. Sebagai orang asli Papua, kita tidak boleh sembarangan memberikan marga atau atribut lain kepada orang yang bukan berasal dari suku atau komunitas adat Papua. Semua ini harus melalui proses dan mekanisme yang jelas.

“Ruang yang ada ini harus dijaga oleh masyarakat adat. Kita tidak boleh sembarangan memberikan marga kepada orang, meskipun adat memperbolehkan. Dulu dalam konteks adat, budaya ini memang diperkenankan, tetapi kini sudah ada pergeseran karena masuknya ruang politik dan ekonomi. Ketika kita memberikan marga atau atribut kepada orang lain, itu dapat berpengaruh terhadap politik dan ekonomi,” ujarnya.

Terkait perlindungan masyarakat adat, Katayu menyarankan perlunya adanya regulasi yang lebih jelas. “Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) ini perlu dibentuk dan disepakati bersama, karena dalam Undang-Undang Otsus, saya lihat belum ada pengaturan yang mengikat secara jelas,” tuturnya. “Setelah gubernur definitif terpilih nanti, kami akan mendorong pembentukan Perdasus ini. Di Kabupaten Boven Digoel sudah ada referensinya, dan di tingkat Provinsi, saya rasa perlu untuk diperkuat,” katanya. [ERS-NAL]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *