Sunaryo Buka-Bukaan Soal Perijinan Sawit di Papua Selatan

0

Merauke, PSP – Asisten II Setda Provinsi Papua Selatan Sunaryo yang juga membidangi perijinan dan investasi pemerintah Provinsi Papua Selatan buka-bukaan berkaitan perijinan sawit di wilayah Papua Selatan.

Hal ini Sunaryo sampaikan saat mewakili Pj. Gubernur Papua Selatan menghadiri pertemuan masyarakat adat di Maam dengan perusahaan PT. Dongin Prabhawa di Sunny Day beberapa waktu lalu.

Sunaryo mengungkapkan melalui program Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) atau Perkebunan Pangan dan Energi Terpadu Merauke (PPETM) pada tahun 2010 dan 2011, melahirkan setidaknya sebanyak 49 perijinan.

“Ada 49 ijin yang keluar saat itu. Kebetulan saya juga terlibat di dalam,” ungkap Sunaryo.

Dilanjutkan, dari puluhan ijin yang dikeluarkan saat itu, tercatat sampai hari ini perusahaan yang masih terus beroperasi tidak sampai belasan perusahaan.

“Paska perijinan sampai dengan saat ini, tidak sampai belasan perusahaan yang bertahan di wilayah Papua Selatan. Yang masih bertahan sampai dengan hari ini Korindo Group, PT. BIA, AJP, APM, IJS. Itu yang berinvestasi dengan komoditas sawit. Sedang tebu baru akan mulai, yang dulu sempat ada dan hilang namun sekarang muncul,” lanjutnya.

Menurutnya, suatu daerah mustahil akan dapat melakukan pembangunan berkelanjutan tanpa adanya invesasti di dalamnya.

“Sesuai dengan penyampaian mentri investasi bahwa tidak ada satu daerah pun yang dapat membangun tanpa investasi. Selanjutnya, investasi tidak serta merta berorientasi pada profit, tetapi untuk menjaga keseimbangan, ini yang perlu kita perhatikan,” ujar Sunaryo.

Berbicara persoalan masyarakat adat di Maam dengan perusahaan Pt. Dongin Prabhawa, Sunaryo mengatakan kemungkinan  adanya ketidaksinkronan antara masyarakat dan pihak perusahaan.

“Nah saat ini muncul masalah antara masyarakat adat dan perusahaan Dongin Prabhawa yang belum sinkron, mungkin. Berkaitan perijinan, kata Sunaryo, ditingkat Provinsi hanyalah alih fungsi. “Artinya kalau ada hutan statusnya akan dialih fungsikan maka kewenangannya ada di provinsi. Tapi kalau sudah berstatus APL maka kewenangan murni di pemerintah kabupaten,” pungkas Sunaryo. [ERS-NAL]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *