Guntur : Jangan sebut kami mencaplok lahan masyarakat adat, tanggung jawab Plasma sudah diberikan
Merauke, PSP – Gugatan perdata menyangkut PT. Bio Inti Agrindo (BIA), Mahuze Milavo, pemerintah daerah kabupaten Merauke dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Merauke di Pengadilan Negeri Merauke oleh masyarakat adat bermarga Mahuze Kewam kembali disidangkan, Rabu (26/6).
Diketahui, Marga Mahuze Kewam dari Distrik Muting, menggugat perusahaan perkebunan kelapa sawit yakni PT. BIA dengan tuduhan mencaplok lahan yang diklaim sebagai milik marga tersebut.
Tanah seluas 1.800 hektare di Dusun Bundil, Kampung Mandekman, Distrik Ulilin itu menjadi lahan kelapa sawit sejak 2007 silam.
Selain PT. BIA, penggugat dari Marga Mahuze Kewam atas nama Donatus Balango Mahuze juga menggugat Ketua Marga Mahuze Milavo, Florentinus Mahuze Milavo (tergugat II). Gugatan ini dengan tuduhan bahwa tergugat II melepaskan tanah seluas 1.800 hektare milik Marga Kewam kepada PT BIA.
Kuasa hukum PT.BIA Dr. Martinus Guntur Ohoiwutun,SH,.MH menyebutkan, gugatan dimaksud sebenarnya adalah pertarungan antara marga-marga yang ada.
“Ini pertarungan antara 2 marga yakni Mahuze Milavo dan Mahuze Kewam. Dalam gugatan kami pihak perusahaan hanya diminta membagi lahan plasma yang ada itu menjadi 50:50,” ujar Guntur di PN Merauke, Rabu (26/6).
Guntur melanjutkan, tanggung jawab pihak perusahaan merealisasikan kebun plasma 20 persen sesuai peraturan perundangan sejatinya sudah diberikan.
“Tanggung jawab sudah dilakukan oleh kami. Yang kami tau itu nilainya adalah 80:20. 80 untuk Mahuze Milavo dan 20 Mahuze Kewam,” kata dia.
Seyogyanya, sambung Guntur, persoalan pembagian plasma itu adalah tanggung jawab para marga.
“Itu bukan urusannya kami lagi. Itu urusannya pihak koperasi dan marga-marga itu dan marga membagi dalam luasan areal kepemilikan masing-masing. Seandainya mereka juga mau buat HGU dan koperasi nya masing-masing ya silahkan saja. Jadi dipahami dulu persoalannya, jangan seolah-olah kami perusahaan disebut mencaplok lahan masyarakat. Perusahaan telah melakukan pelepasan sesuai aturan dengan dasar pelepasan maka terbitlah HGU,” jelas Guntur.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Marga Mahuze Kewam Kaetanus FX. Mogahay,SH usai sidang menyebutkan, ditemukan perbuatan melawan hukum oleh pihak perusahaan.
“Ada perbuatan melawan hukum, menyoal tanah di distrik Ulilin, jadi pada tahun 2007 silam ada pelepasan yang dikeluarkan oleh marga Mahuze Milavo kepada PT. BIA.
Nah, sementara pemilik lahan disitu ada 2 marga yakni Mahuze Milavo dan Kewam.
Selama 17 tahun terakhir marga Kewam merasa dirugikan oleh baik perusahaan maupun marga Milavo,” jelas Kaetanus kepada wartawan.
Dilanjutkan, gugatan yang dilayangkan itu yang sebelumnya juga sudah dilaporkan ke pihak berwajib dilakukan sebab terindikasi selama 17 tahun perusahaan mencaplok lahan masyarakat adat seluas 1800 hektar dari 30.000 hektar.
“Kami melakukan gugatan ke Pengadilan karena kami melihat ada kejanggalan yang terjadi selama ini di perusahaan. Dan ini wajar ketika masyarakat merasa hak mereka di caplok seluas 1800 hektar,” lanjutnya.
Tuntutan dalam pengajuan gugatan perdata, sambung Kaetanus, baik kerugian materil maupun non materil Rp. 150 Milliar terhitung sejak 2007 sampai 2024.
“Kami berharap pemerintah serius menanggapi persoalan, dalam hal ini PTSP kabupaten Merauke, karena investor masuk melalui mereka. Kami juga mau menguji keabsahan dari perusahaan BIA apakah sudah melalui prosedur atau tidak, karena dalam peraturan lain juga minimal 20 persen dari kebun inti diberikan ke masyarakat. Tapi selama ini itu tidak dijalankan tapi diberikan ke marga Milavo bersamaan dengan koperasinya,” tutur dia.
Ditambahkan, marga Kewam siap menghadapi sidang dengan kelengkapan bukti yang sudah tersedia. “Kami sudah sediakansemua. Namun sesuai permen nomor 1 kami akan lakukan mediasi dulu. Kami berharap para pihak hadir dalam sidang berikut baik BPN maupun PTSP,” ujarnya.
Sidang kedua dipimpin Dinar Pakpahan,SH.,MH menyepakati Hakim Ganang Hariyudo Prakoso,SH sebagai mediator yang akan dilaksanakan Kamis, 27 Juni 2024 di kantor PemN Merauke.
Hakim majelis pada kesempatan tersebut, meminta agar mediasi nanti boleh terlaksana dengan maksimal demi kepentingan masyarakat.
“Memaksimalkan mediasi ini karena ini kepentingan masyarakat, harus diperhatikan. Sama-sama aktif menampung semua aspirasi masyarakat. Pihak pemerintah juga harus jadi pihak yang netral dalam mediasi,” kata Dinar Pakpahan.
Demi tercapainya titik mediasi, Dinar juga meminta kehadiran prinsipal dalam hal pihak perusahaan dalam proses mediasi. “Kehadiran prinsipal perusahaan penting juga diperhatikan perushaaan. Karena itu menjadi titik tercapainya mediasi. Supaya masyarakat punya hak bisa diakomodir dan perusahaan pun bisa berjalan secara harmonis. Majelis hakim menunggu hasil mediasi,” pungkas Dinar. [ERS-NAL]