Perusahaan Sawit di Papua Selatan Kembali Jadi Sorotan, Kali Ini PT. BIA Digugat Masyarakat Adat
Merauke, PSP – Perusahaan sawit di Provinsi Papua Selatan tampaknya terus menjadi sorotan. Kali ini PT. BIA perusahaan sawit yang beroperasi di Ulilin diduga tidak memberikan manfaat bagi masyarakat adat. selama 17 tahun.
Hal ini terungkap ketika dilakukan sidang perdana di PN Merauke yang dipimpin Dinar Pakpahan,SH.,MH sebagai hakim ketua didampingi Muhammad Irsyad Hasyim,SH dan Indra Swara Nugraha,SH.,MH sebagai anggota, Rabu (19/6).
Sidang perdana yang langsung dihadiri masyarakat marga Milavo, Kewam, dan perusahaan terpaksa di skors oleh majelis hakim dikarenakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Merauke dan Dinas PTSP Merauke sebagai para pihak tidak turut hadir.
Kuasa Hukum Marga Mahuze Kewam Kaetanus FX. Mogahay,SH usai sidang menyebutkan, ditemukan perbuatan melawan hukum oleh pihak perusahaan.
“Ada perbuatan melawan hukum, menyoal tanah di distrik Ulilin, jadi pada tahun 2007 silam ada pelepasan yang dikeluarkan oleh marga Mahuze Milavo kepada PT. BIA.
Nah, sementara pemilik lahan disitu ada 2 marga yakni Mahuze Milavo dan Kewam.
Selama 17 tahun terakhir marga Kewam merasa dirugikan oleh baik perusahaan maupun marga Milavo,” jelas Kaetanus kepada wartawan.
Dilanjutkan, gugatan yang dilayangkan itu yang sebelumnya juga sudah dilaporkan ke pihak berwajib dilakukan sebab terindikasi selama 17 tahun perusahaan mencaplok lahan masyarakat adat seluas 1800 hektar dari 30.000 hektar.
“Kami melakukan gugatan ke Pengadilan karena kami melihat ada kejanggalan yang terjadi selama ini di perusahaan. Dan ini wajar ketika masyarakat merasa hak mereka di caplok seluas 1800 hektar,” lanjutnya.
Tuntutan dalam pengajuan gugatan perdata, sambung Kaetanus, baik kerugian materil maupun non materil Rp. 150 Milliar terhitung sejak 2007 sampai 2024.
“Kami berharap pemerintah serius menanggapi persoalan, dalam hal ini PTSP kabupaten Merauke, karena investor masuk melalui mereka. Kami juga mau menguji keabsahan dari perusahaan BIA apakah sudah melalui prosedur atau tidak, karena dalam peraturan lain juga minimal 20 persen dari kebun inti diberikan ke masyarakat. Tapi selama ini itu tidak dijalankan tapi diberikan ke marga Milavo bersamaan dengan koperasinya,” tutur dia.
Ditambahkan, marga Kewam siap menghadapi sidang dengan kelengkapan bukti yang sudah tersedia. “Kami sudah sediakan semua. Namun sesuai permen nomor 1 kami akan lakukan mediasi dulu. Kami berharap para pihak hadir dalam sidang berikut baik BPN maupun PTSP,” pungkasnya. Hakim ketua Dinar Pakpahan, SH.,MH menyatakan, dua pihak tidak hadir dalam sidang perdana. “Masih ada dua pihak yang tidak hadir dalam hal ini pemerintah daerah dan BPN, majelis hakim akan memanggil satu kali. Kami akan memanggil pihak untuk terakhir kali. Akan ditunda sampai pada 26 Juni,” ujar Dinar Pakpahan di ruang sidang. [ERS-NAL]
Umur panjang perjuangan untuk membebaskan hakmu kawan-kawan. Salam perjuangan