BPOM Rutin Lakukan Pengawasan Pangan Olahan Selama Nataru
Merauke, PSP – Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) secara rutin melakukan pengawasan pangan olahan di sarana produksi dan peredaran sepanjang tahun. Khusus pada hari raya besar seperti Natal dan Tahun Baru, peningkatan frekuensi pengawasan pangan olahan di rantai distribusi pangan olahan dilakukan sejak 1 Desember 2022 hingga 4 Januari 2023. Bahan tambahan pangan (BTP) dan bahan pangan untuk membuat kue, makanan ringan, minuman, keik, cokelat merupakan jenis-jenis pangan yang meningkat permintaannya sehingga menjadi perhatian dalam pengawasan BPOM.
Target pengawasan rutin khusus pangan tahun 2022 difokuskan pada pangan olahan terkemas kedaluwarsa, Tanpa Izin Edar (TIE) atau ilegal, dan rusak di sarana peredaran, seperti importir, distributor, gudang e-commerce dan ritel pangan, termasuk penjual parsel. Pada tahun ini dilakukan perluasan cakupan pengawasan untuk gudang e-commerce, mempertimbangkan tren belanja pangan online yang semakin meningkat.
“ Pengawasan rutin khusus pangan dilakukan secara serentak oleh 34 Balai Besar/Balai POM dan 39 kantor BPOM di kabupaten/kota. BPOM menyelenggarakan pengawasan di sepanjang rantai pangan untuk mewujudkan keamanan, mutu dan gizi pangan melibatkan pelaku usaha, masyarakat, dan pemangku kepentingan.” jelas Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito.
Kepala BPOM melanjutkan bahwa pada pengawasan rutin khusus menjelang Natal Tahun 2022 dan Tahun Baru 2023 dilakukan perluasan cakupan sarana yang diperiksa sebesar 22,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Hasil pengawasan memperlihatkan peningkatan signifikan temuan pengawasan produk pangan olahan, baik yang dilakukan melalui pengawasan langsung, maupun patroli siber.
Sampai dengan 21 Desember 2022, BPOM telah melakukan pemeriksaan pada total 2.412 sarana peredaran pangan olahan yang terdiri dari 1.929 sarana ritel, 437 gudang distributor, termasuk 16 gudang e-commerce dan 46 gudang importir. Pengawasan dilakukan oleh inspektur pangan yang kompeten terkait Cara Peredaran Pangan Olahan yang Baik.
“ Hasil pemeriksaan sarana, ditemukan 769 sarana (31,88%) menjual produk Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) berupa produk pangan kedaluwarsa, pangan TIE, dan pangan rusak dengan rincian sebanyak 730 sarana ritel (30,27%), 37 sarana gudang distributor (1,53%), dan 2 sarana gudang importir (0,08%). Jika keamanan pangan tidak terjaga maka kesehatan masyarakat dan ketahanan pangan akan sulit terwujud bahkan perdagangan dan ekonomi juga akan terganggu,” ujar Penny K. Lukito.
Dari seluruh sarana tersebut, BPOM menemukan 66.113 pieces (3.955 item) produk TMK dengan nilai ekonomi sekitar Rp666,9 juta, dengan rincian 36.978 pieces pangan kedaluwarsa (55,93%), 23.752 pieces pangan TIE (35,93%), dan 5.383 pieces pangan rusak (8,14%). Sejalan dengan peningkatan cakupan jumlah sarana peredaran yang diperiksa pada tahun 2022, maka temuan produk TMK juga meningkat.
Sebagian besar 86,17% produk TMK ditemukan di sarana ritel dan sebagian kecil ditemukan di gudang distributor dan importir. Wilayah kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) dengan temuan pangan TIE terbanyak yaitu di Tarakan, Rejang Lebong, Tangerang, Banjarmasin, dan Jakarta.
Kepala BPOM menyatakan temuan pangan TIE Impor terbanyak menjelang Natal Tahun 2022 dan Tahun Baru 2023 yaitu mi instan, keik, krimer kental manis, dan bumbu siap pakai. Peredaran produk dimaksud seharusnya dapat ditekan dengan partisipasi masyarakat untuk tidak membelinya.
“ Padahal untuk jenis-jenis pangan tersebut, Indonesia juga memiliki produk pangan olahan serupa yang telah terdaftar dan tidak kalah kualitas maupun variasinya dibanding produk impor. Masyarakat dapat memilih produk dengan label yang mencantumkan informasi nilai gizi (ING) serta Logo Pilihan Lebih Sehat, sebagaimana diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 26 Tahun 2021 tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan. Kita harus bangga buatan Indonesia,” lanjut Kepala BPOM.
Untuk mengurangi jumlah pangan TIE Lokal yang beredar, khususnya BTP dan makanan ringan, BPOM siap berperan aktif memberikan bimbingan dan memfasilitasi pelaku usaha termasuk Usaha Mikro Kecil (UMK). Pendampingan terhadap UMK diberikan untuk membantu proses dan pemenuhan persyaratan pendaftaran produk pangan olahan.
Wilayah terjauh di Indonesia umumnya sulit dijangkau sehingga rantai distribusi pangan ke wilayah tersebut menjadi panjang dan membutuhkan waktu lebih lama. Pangan kedaluwarsa terbanyak ditemukan di wilayah kerja UPT BPOM di Kupang, Manokwari, Ambon, Merauke, dan Kendari berupa minuman serbuk kopi, bumbu dan kondimen, mi instan, bumbu siap pakai, serta minuman serbuk berperisa. Sementara untuk pangan rusak terbanyak ditemukan di Mimika, Kupang, Sungai Penuh, Kendari, dan Surabaya dengan jenis pangan berupa saus/sambal, krimer kental manis, susu UHT/steril, mi instan, dan minuman mengandung susu.
BPOM telah menindaklanjuti seluruh hasil pengawasan tersebut dengan melakukan langkah-langkah penanganan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran. Tindak lanjut ini termasuk melakukan pengamanan dan menginstruksikan retur/pengembalian produk kepada supplier produk TIE serta pemusnahan terhadap produk yang rusak dan kedaluwarsa.
Sementara itu, hasil pengawasan terhadap e-commerce atau penjualan online melalui patroli siber bulan Desember 2022 berhasil mengidentifikasi sebanyak 2.477 tautan yang menjual produk pangan olahan TIE. Terhadap temuan ini, BPOM berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) untuk melakukan penurunan konten/takedown terhadap link yang teridentifikasi menjual produk TIE. BPOM berkomitmen untuk senantiasa mengawal keamanan pangan dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat, terutama menjelang Natal 2022 dan Tahun Baru 2023. Pelaku usaha pangan juga kembali diimbau untuk terus mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masyarakat diharapkan membaca dan memahami ING pada label pangan sehingga dapat memilih dan mengonsumsi pangan secara seimbang serta selalu menerapkan “Cek KLIK” (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa).[JON-NAL]