Di perbatasan, WNI Sering  Diberlakukan Tidak Adil oleh Negara PNG

0

Kabid Pengelolaan PLBN Sota:  Dari PNG juga pernah memukuli WNI, yang bermotor kesana sampai motor tersebut dibakar.

Merauke, PSP – Perlakukan negara PNG melalui perbatasan disebut tidak suportif dan tidak adil dalam membijaki setiap persoalan yang ada di perbatasan negara.

Terlebih dalam mengatasi persoalan mengenai WNI yang memasuki wilayah PNG.

Hal ini sebagaimana disampaikan Kepala Bidang Pengelola PLBN Sota Ni Luh Puspa Jayaningsih ketika diberi waktu berbicara dalam forum pertemuan membahas perbatasan dengan stakeholder juga BNPP RI di Swiss-Bell Hotel kemarin.

Contoh kecil, kata Puspa, dari PNG sebulan sekali melakukan pergantian tentara untuk melakukan patroli. Namun, pihak tentara PNG tidak berkomunikasi dengan petugas tentara PNG lainnya.

“Mereka, sering antara petugas patroli yang satu dengan yang berikutnya tidak memberikan informasi, bagaimana kalau ada pelintas. Sempat waktu itu, ada warga kita yang sudah membawa PLB kemudian sampai disebelah (PNG) tapi ditolak dan diusir,” tutur Puspa.

Bukan hanya itu, petugas penjaga perbatasan dari Indonesia juga memberikan banyak toleransi ketika warga PNG memasuki Indonesia.

“Petugas kita, negara kita memang sudah sangat baik, artinya membijaki mereka.

Mereka (Warga PNG) masuk tidak melalui PLBN, tapi jalan tikus, namun kita dalam hal ini pihak Imigrasi tidak dikurung atau proses hukum, hanya diberi sangsi berupa 1 bulan tidak boleh masuk Indonesia,” lanjut Puspa.

Puspa menyebutkan, dari PNG juga pernah memukuli WNI, yang bermotor kesana sampai motor tersebut dibakar.

“Menurut kami negara kita ini sudah sangat baik untuk mereka. Tapi tidak sebaliknya, warga kita yang kesana malah dipukuli, bahkan ada WNI mengemudi motor kesana kemudian motornya dibakar,” kata Puspa. Puspa katakan, pembahasan secara serius ditingkat yang lebih tinggi perlu dilakukan. “Kita harus mengkoordinasikan atau membicarakan ditingkat lebih tinggi BLN, BLOM, dan juga JBC terkait peraturan – peraturan atau kerja sama maupun MoU yang sudah ada, KBRI, Kemenlu agar lebih spesifik lagi,” tegas Puspa. [ERS-NAL]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *