Sertifikat Hak Cipta Ukiran Asmat Mulai Dibuat
Penyerahan sertifikat hak cipta yang diterbitkan Kemenkumham oleh Bupati Asmat kepada pengukir. Foto: PSP/ERS
Thomas Safanpo: Seniman Asmat Harus Dihargai
Merauke, PSP – Kementrian Hukum dan HAM Wilayah Papua mulai mencetak sertifikat hak cipta ukiran – ukiran pengukir Asmat. Tercatat ada 200 ukiran masuk nominasi yang dilelang tahun ini, dan 24 ukiran diantaranya masuk dalam kategori juara.
“Ada 24 nama yang menjuarai Festival Pokman tahun ini, sertifikat dicetak dan diterbitkan langsung di Asmat. Dan mulai tahun depan, semua yang juara mengukir, sertifikatnya akan diletakkan di museum beserta nilainya karena itu mengandung unsur kekayaan intelektual komunal yang sangat tinggi,” ujar Kepala Kantor Hukum dan HAM Wilayah Papua Anthonius M. Ayorbaba, Selasa (11/10).
Dijelaskan, kekayaan intelektual dimaksud, terdiri dari 2 bagian, pertama intelektual komunal yang terdiri dari ekspresi budaya tradisional didalamnya terdiri dari cerita rakyat, tarian tradisional dan permainan tradisional. Selanjutnya, disebut dengan pengetahuan tradisional, sumber daya genetik, kemudian potensi insasinyo geografis.
Kedua, disebut dengan kekayaan intelektual personal yaitu hak cipta, merek, paten, desaign industri, rahasia dagang, dan varitas tanaman terntentu.
“Karena memiliki nilai budaya sangat tinggi, dengan pencatatan yang ada pada kami, maka pemerintah daerah memiliki kewenangan intervensi, kalau semua pengukir di Asmat bisa didaftarkan hak ciptanya di Kementreian Hukum dan HAM maka kalau ditemukan ukiran Asmat yang sama di wilayah lain maka pemerintah setempat memiliki kewenangan untuk menggugat karena itu mempunyai hak royalty,” jelas Ayorbaba.
Untuk proses pembuatan merek, kata dia, memang sedikit mengalami kendala, karena semua yang mengukir hari ini, tidak akan mengukir yang sama ditahun depan dengan ukiran yang sama.
“Karena ini nilai budaya yang sangat tinggi sekali. Sehingga perlindungan hukumnya harus bisa dilakukan. Sertifikat itu berlaku selama 75 tahun dan diperpanjang secara otomatis seumur hidup,” sebutnya.
Ditempat yang sama, Wakil Bupati Asmat Thomas E. Safanpo, ST menegaskan, ukiran Asmat ukiran yang mengandung nilai seni yang dinilai secara subjektif.
“Nilai seni itu penilaiannya subjektif, dan penilaiaan orang terhadap ukiran itu berbeda – beda, supaya ada ruang subjektifitas maka harus dibuat lelang, karena ukiran bukan hasil pabrik,” tegas dia.
Sejak dulu, lanjut Wabup Safanpo, para misionaris sudah menetapkan mekanisme lelang.
“Ini tradisi Eropa, bahwa karya – karya seni yang bernilai tinggi selalu dijual dengan mekanisme lelang. Ukiran Asmat mengandung nilai seni sangat tinggi, seniman Asmat itu harus dihargai,” tegasnya lagi.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Fraksi FDI-P Komarudin Watubun yang turut hadir dalam memeriahkan pelelangan ukiran Asmat mengatakan, adanya kekhawatiran karya pengukir Asmat akan dijiplak oleh orang lain
“2 tahun lalu ibu Megawati memerintahkan Mentri Hukum dan HAM supaya semua karya anak bangsa didaftarkan agar dilindungi oleh undang – undang.
Saya khawatir suatu saat karya – karya orang Asmat ini dijual dan dilukis di luar daerah,” kata Komarudin.
Pada kesempatan itu, Komarudin menyampaikan bahwa pemerintah Kabupaten Asmat harus mendata pengukir untuk kepengurusan hak cipta. “KTP dan semua yang berkaitan dengan pengurusan hak cipta, semua harus di data. Tidak ada gunanya kalau karya kita di jiplak oleh orang lain. Ini harus jadi hak cipta untuk di wariskan ke generasi berikut,” pesan Komarudin. [ERS-NAL]