Tanah yang Belum Disertifikatkan Hingga Akhir 2025 Diambil Alih Negara? Ini Penjelasan Pertanahan Merauke

0
Pantoan Tambunan

Pantoan Tambunan

Merauke, PSP – Beredar informasi di media sosial yang menyebut tanah adat yang belum disertifikatkan hingga akhir tahun 2025, maka tahun 2026 akan diambil alih oleh negara. Hal ini sangat mereshakan masyarakat, khususnya yang belum mengurus sertifikat.

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Merauke, Pantoan Tambunan menyebut informasi itu penapsiran yang keliru atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun  2021. Dalam pasal 96 ayat 1 berbunyi alat bukti tertulis tanah bekas milik adat yang dimiliki perorangan wajib didaftarkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun,sejak berlakunya peraturan pemerintah tersebut. Peraturan tersebut berlaku mulai 2 Februari 2021.

Kemudian pasal 96 ayat 2 menyatakan dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, maka alat bukti tertulis tanah bekas milik adat dinyatakan tidak berlaku dan tidak dapat digunakan sebagai alat pembuktian hak atas tanah dan hanya sebagai petunjuk dalam rangka pendaftaran tanah.

“Jika jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut berakhir, alat bukti tertulis tersebut dinyatakan tidak berlaku dan tidak dapat digunakan sebagai alat pembuktian. Alat bukti tertulis tersebut hanya berlaku sebagai petunjuk dalam rangka pendaftaran tanah”, terangnya.

Dikatakan peraturan ini berbicara di daerah Jawa, dimana alat bukti kepemilikan  tanah adat berupa petuk, girik, pipil, kekitir, dan yasan. Sebelum tahun 2026, pemohon membawa petuk, girik, pipil, kekitir, dan yasan, bisa langsung dikonfersi ke sertifikat. Maka di tahun 2026, untuk pengurusan sertifikat harus dilengkapi dengan surat pendukung lainnya.

Di Papua kata Tambunan, alat bukti yang dimaksud tidak ada, sehingga peraturan pemerintah itu tidak diberlakukan di Papua. “Untuk itu masyarakat yang di papua diminta tidak usah kuatir. Karena tanah di Papua ini merupakan tanah hak ulayat bukan tanah bekas milik adat”, jelasnya.

Ditegaskan Tambunan, negara bukan perampas tanah. Namun, negara menguasai untuk kemakmuran rakyat. Kecuali ada yang menduduki tanah negara murni atau yang sudah bersertifikat, maka dilakukan perampasan. Sebelumnya beredar postingan di medsositu  menyebut masyarakat khususnya di pedesaan yang masih bergantung dengan dokumen  kepemilikan tanah berupa petuk, girik, pipil, kekitir, dan yasan diberi waktu hingga akhir 2025 untuk mengurus sertifikat. Bila tidak segera, maka tanah tersebut bisa kehilangan kekuatan hukum dan beresiko dianggap sebagai tanah negara.[FHS-NAL]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *