Hingga Saat Ini ‘Masalah BBM’ Jadi Kendala bagi Nelayan

0
Tampak sejumlah nelayan sedang mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBT nelayan untuk dipakai di kapal milik mereka

Tampak sejumlah nelayan sedang mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBT nelayan untuk dipakai di kapal milik mereka

Merauke- Kuota  bahan bakar minyak (BBM) menjadi  salah satu permasalahan yang dihadapi ratuan nelayan di Merauke, Provinsi Papua Selatan.

Ketua Harian Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (Hnsi) Papua Selatan, Aceng Sumarlin mengatakan kebutuhan nelayan secara keseluruhan itu menurutnya hampir 900 ton, sementara bbm subsidi 250 ton. Untuk kebutuhan bulanan minimal sekitar 500 ton yang pasti. Karena hitung-hitungannya kapal melaut rata-rata hingga dua bulan di laut sehingga membutuhkan bbm yang cukup. Dengan kekurangan kuota ini pihaknya berharap  ke depan ada perhatian dari pemerintah khusunya di Papua Selatan.

“Karena masih banyak nelayan yang sangat kesusahan untuk memenuhi bbm saat hendak melaut”, beber Aceng, kemarin.

Menurutnya terkadang karena belum mendapat bbm, nelayan akhirnya tidak melaut hingga berbulan-bulan karena masih harus menunggu antrian pengisian di tingkat penyalur.

“Penyalur juga terkadang bingung dalam penyaluran, karena jumlah bbm yang disalurkan tidak sampai kuotanya sesuai dengan kebutuhan nelayan”, katanya.

Masalah bbm itu, kata dia sudah berulang kali disampaikan kepada pihak pemerintah bahkan pihak Pertamina agar ada penambahan kuota bbm untuk nelayan yang jumlahnya mencapai ratusan. Hanya saja, belum ada titik terang yang berpihak kepada nelayan.

”Kita sudah pernah sampaikan ke Pertamina. Pertamina sampaikan harus ada instruksi dari BPH Migas. Semoga dengan pemekaran Papua Selatan kuota ini bisa diperhatikan”, ucapnya. Saat para nelayan Papua Selatan bersilaturahmi dengan Komandan Lantamal XI Merauke, Laksamana Pertama TNI Joko Andriyanto pekan lalu di Aula Satrol, persoalan itu juga sudah disampaikan. Harapannya, jenderal bintang satu TNI AL itu bisa membantu menyuarakan aspirasi mereka kepada pemerintah daerah bahkan pemerintah pusat, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan.[FHS-NAL]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *