Tak Dilibatkan, MRP Warning Investasi di Papua Selatan

0

Damianus Katayu, M.AP

Katayu : Jangan nanti ada konflik kemudian.

Merauke, PSP – Investasi di Provinsi Papua Selatan sedianya terus bergulir. Mulai cetak sawah dan perkebunan tebu hingga berjuta-juta hektar.

Hal ini tampak dari alat berat seperti ekskavator sudah diturunkan hingga beratus-ratus unit.

Belakangan, ada pula cekungan migas yang tengah dilelang. Kendati belum diketahui luas pastinya, cekungan itu berpotensi menjadi salah satu penghasil migas terbesar di Indonesia berada di wilayah kabupaten Boven Digoel maupun Asmat.

“Pemerintah harus menyampaikan secara terbuka kepada masyarakat tentang investasi di Papua Selatan,” kata Ketua MRP Provinsi Papua Selatan Damianus Katayu, M.AP, Senin (12/8).

Keberadaan MRP sedianya harus diperhitungkan, dimana lembaga kultur itu hadir atas dasar undang-undang.

Yang menjadi lembaga representatif masyarakat asli Papua.

Hal itu termaktub jelas dalam undang-undang Otsus tepatnya pada pasal 20 poin C yang menyatakan MRP mempunyai tugas dan wewenang memberikan saran pertimbangan dan persetujuan terhadap rencana dan perjanjian kerjasama, baik yang dibuat pemerintah maupun pihak ketiga yang berlaku di Provinsi Papua, khususnya menyangkut perlindungan hak orang asli Papua.

“Masyarakat menunggu tentang transparansi soal investasi, begitupun kami sebagai wakil masyarakat adat tidak dilibatkan dan tidak diberitahu. Jadi investasi apapun yang masuk di Papua Selatan kami MRP ini harus dilibatkan. Jangan nanti, ada konflik di kemudian,” kata Katayu mengingatkan.

Menurutnya, penting keterbukaan dilakukan khususnya mengenai posisi masyarakat di tengah investasi.

“Kira-kira posisi masyarakat seperti apa ditengah investasi dan itu harus jangka panjang. Ini kan harus dibicarakan dengan baik. Investasi itu ada baiknya. Tetapi bagaimana kita duduk baik dengan masyarakat, karena kami yakin orang asli Papua pemilik dusun yang ada, mereka pasti mengerti,” jelasnya.

Terkait cekungan itu, ungkapnya, yang dulunya merupakan  blok warin kemudian berganti nama menjadi AKI MUGA 1 dan 2. Artinya cadangan gas nya cukup besar, bahkan lebih besar dari blok masela dan lainnya.

“Bagi kami lembaga adat, bukan tentang besar dan kecil, tetapi bagaimana pemerintah harus jujur kepada masyarakat. Misalnya di Boven Digoel, bagaimana keberpihakan terhadap masyarakat disana. Karena itu, antara Boven Digoel juga Pegunungan Bintang dia ada ditengah-tengah sampai dengan ke Papua Nugini, itu jalur tambang memang,

Jadi pemerintah harus transparan terhadap masyarakat di Boven Digoel, Asmat. Maksud saya begini, posisi masyarakat dimana? Maksudnya perushaaan atau pemerintah punya uang, masyarakat yang mendiami wilayah itu punya wilayah. Kalau menurut saya kalau sebatas kompensasi, tidak seperti itu. Tapi bagaimana supaya masyarakat juga terlibat sebagai pemilik saham dari invesasti yang ada, seperti sawit disana kan digunakan istilah 20 persen untuk plasma, nah kalau tambang itu nanti, seperti apa, kalau sebatas kompensasi menurut saya itu akan hilang,” tutur Katayu.  [ERS-NAL]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *