Pemilik 9 Ekor Cendrawasih Terancam 5 Tahun Penjara

0
Kepala BTNW bersama Kepala BKSDA wilayah I Merauke saat memberikan keterangan Pers, pelepasliaran satwa hasil sitaan Gakkum, kemarin.

Kepala BTNW bersama Kepala BKSDA wilayah I Merauke saat memberikan keterangan Pers, pelepasliaran satwa hasil sitaan Gakkum, kemarin.Foto: PSP/FHS

Merauke, PSP –  Pelaku kepemilikan 9 ekor burung cendrawasih besar bernama latin Paradis Apoda, yang diamankan, 30 Juli 2020 lalu, terancam 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 100.000.000. Hal itu sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekositemnya.

Hal itu disampaikan Kepala Balai Taman Nasional Wasur (BTNW), Yarman,S.Hut,M.P, saat Konferensi Pers Pelepasliaran barang bukti Satwa Sitaan burung cenderawasih hasil operasi Balai Gakkum Maluku Papua, di Gedung Bomi Sai, Jumat (28/8).

Yarman menyebut, burung cendrawasih itu diamankan oleh petugas Gakkum Gakum KLHK Pos Merauke bersama pihak Kepolisian di Jagebob 9, Disttrik Jagebob. Kini proses hukumnya sudah sampai di Kejaksaan. Untuk pelepasliaran itu sendiri, kata Yarman, Taman Wasur, sendiri memiliki daya dukung terhadap satwa tersebut dan cukup memadai.  Kemudian, dari segi aspek keamanan, di kawasan setiap saat pihaknya bisa melakukan monitoring dan pangawasan di lapangan dengan menggelar patroli.

“Cendrawasih ini akan dilepaskan jauh dari jangkauan pemukiman penduduk, sehingga tidak ada gangguan dan diharapkan bisa berkembang di alam,” ujarnya.

Pelepasliaran itu tambahnya, merupakan bentuk kepedulian terhadap keberadaan satwa dilidnugi tersebut agar tidak mengalami kepunahan.

Penyidik Gakum KLHK, Nasir Surahman,  menyebut, sebelumnya 9 ekor burung cendrawasih itu ditemukan dipelihara oleh warga di samping rumah.  Setelah dicek, warga tersebut tidak memiliki ijin dan akhirnya  diamankan untuk diproses hukum. “Berkasnya sudah dikirim ke Kejaksaaan untuk diteliti (Tahap I),” terangnya.

Sementara, Kepala Bidang BKSDA Wilayah I Merauke, Irwan Effendy, menyebut pelepasliaran sengaja dilakukan pagi hari, karena jenis burung endemic selatan Papua itu, cukup sensitif. Jenis burung ini sebarannya tidak merata di Papua, adanya hanya bagian selatan, khsususnya di Merauke. Jenis itu dilindungi UU, karena alasan distribusinya yang terbatas dan tentunya dengan alasan bereproduksi cukup sulit.

 “Apabila tidak dilindungi UU terancam punah,” ucapnya.

Dalam perkara bidang konservasi SDA, memelihara dan memiliki, konsekuensinya, satwa yang dilindungi, baik barang bukti maupun penyerahan masyarakat harus dikembalikan ke habitatnya, bila keadaan hidup. “Ini sebagai kewajiban. Karna, di alam inilah habitat mereka,” sambungnya. Irwan menambahkan,  pihaknya selalu berupaya guna meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kepemilikan, khususnya pemanfaatan satwa/tumbulan yang dilindungi. Berbarengan itu, ada upaya refresif, seperti yang dilakukan gakum. “Ini sesuai, dengan amanat UU dan tugas yang diberikan Negara kepada kami,” pungkasnya.[FHS-NAL]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *