Otsus

Wujud Sama Tapi Beda ‘Rasa’

Kumurkek, PbP – Tokoh masyarakat Maybrat, Maikel mengapresiasi pemerintah pusat yang telah memberikan perlakukan khusus kepada Papua melalui Undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus bagi Papua, sama halnya dengan Aceh melalui UU nomor 11 tahun 2006.

Hanya saja, kata Maikel dalam pelaksanaanya UU Otsus Papua masih sangat jauh dari harapan, berbeda dengan yang dirasakan masyarakat di Provinsi Aceh.

Ia memberikan contoh pengelolaan Otsus Aceh, dimana sepengetahuan dia bahwa di Aceh otsus berjalan sudah sangat baik dan masyarakat Aceh merasakan dampak positif Otsus tersebut. Meskipun terdapat sejumlah kendala, namun masyarakat Aceh berangsur-angsur sudah mulai sejahtera karena Otsus.

Berbeda dengan Papua, masyarakat khususnya orang asli Papua (OAP), masih banyak yang hidup dibawah garis kemiskinan. Meskipun Otsus sudah 20 tahun berjalan di tanah Papua, namun belum ada implementasi nyata tindakan afirmatif (keberpihakan) dalam perspektif kesejahteraan yang dirasakan OAP.

Menurutnya, dana Otsus yang dikelola oleh pemerintah melalui dinas-dinas pada akhirnya sampai di masyarakat tidak sesuai dengan yang sebenar-benarnya dibutuhkan oleh masyarakat.

“Walaupun Otsus hadir 20 tahun tetapi nasib orang Papua tidak menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan terutama dari sisi ekonomi,” ujar Maikel.

Ia mengungkapkan, hingga kini, masih banyak mama-mama Papua yang berjualan noken, koba, pinang maupun hasil kebunnya dipinggir jalan, bukan pemerintah sediakan tempat yang dibangun menggunakan dana Otsus.

“Mama-mama jualan noken, Koba-koba, pinang dan hasil kebunya di emperan jalan, pondok papan, padahal uang Otsus itu ada. Otsus Papua tidak dirasakan oleh masyarakat, tetapi hanya dinikmati oleh elit-elit pemerintahan,” tegas Maikel.

Menurutnya, pemerintah pusat justru merugi telah membuang-buang anggaran yang sangat besar untuk Papua selama 20 tahun, sedangkan anggaran itu malah tidak dirasakan masyarakat.

Oleh karena itu, lanjut dia, wacana pemerintah pusat akan memperpanjang Otsus Papua selama 20 tahun, patut dipersoalkan.

Pasalnya, kata dia, Otsus yang diberikan pemerintah pusat selama 20 tahun bukan untuk masyarakat Papua melainkan untuk kepentingan pemerintah semata.

Diakhir pernyataanya, ia menegaskan menolak perpanjangan otsus untuk 20 tahun lagi, karena selama 20 tahun belakangan tidak ada manfaat yang begitu signifikan dalam merubah nasib orang asli Papua.

“Kami masyarakat Maybrat setuju otsus tolak, orang Papua tidak nikmati baik. Karena anggaran itu untuk kepentingan pemerintah, bukan masyarakat,” kata Maikel.

“Jangan ada otsus, justru itu memperalat orang Papua. Gara-gara Otsus itu akhirnya orang Papua hancur,” pungkasnya. [CR24-MJ]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *