Inventarisir Persoalan Sengketa Tanah Adat,

Rapat kerja DPRD membahas soal hak ulayat kemarin.Foto: PSP/ERS
Pemda Merauke Bentuk Tim Lintas Sektor
Merauke, PSP – Ketua DPRD Merauke Ir. Drs. Benjamin Izaac Rudolf Latumahina menyebutkan, ada beberapa aset pemerintah yang sudah bersertifikat namun tidak memiliki surat pelepasan dari pihak adat.
Hal itu ia sampaikan pada rapat kerja terbuka dengan Pemerintah Daerah dan perwakilan masyarakat adat Imbuti, di Ruang Sidang DPRD Merauke, Kamis (18/7).
Menurut Benny, persoalan itu perlu diselesaikan dengan mekanisme yang jelas sehingga masalah ulayat di Merauke dapat terselesaikan dengan dasar hukum yang pasti.

“Ada beberapa aset pemerintah yang sudah bersertifikat namun bagaimana dengan pelepasannya. Kita perlu mediasi, sinkronisasi dan harmonisasi sehingga penyelesaian masalah hak ulayat ini dapat terlaksana,” ujar Benny.
Benny menyebutkan, ada 9 hak ulayat yang masih belum terselesaikan dengan jelas, yaitu hak ulayat atas tanah Gedung DPRD, LPP RRI, Rawa Biru, Gor Hiad Sai, PDAM, Kantor Dinas Kesehatan, Kantor Pertanahan, Kantor Imigrasi dan Kantor Pertanian Merauke.
“Persoalan ini mesti diselesaikan secara bertahap dan terprogram. Kita membuat satu formula, dan rekomendasi penting yang harus kita lakukan,” katanya.
Ditempat yang sama, Hj. Almarotus Solikah menegaskan, ke depan yang wajib dilakukan sebelum dibangun asset daerah harus diteliti dan melakukan selektif tentang tanah yang akan dibeli. Sehingga tidak menimbulkan masalah karena jual diatas jual.
Hal senada ditegaskan Wakil Ketua II DPRD Merauke Dominikus Ulukyanan,S.Pd, bahwa persoalan tanah di Merauke tidak pernah selesai.
“Kami ingin pencerahan dari pemerintah terkait masalah tanah selama ini. Kenapa masalah ini dari waktu ke waktu tidak bisa selesai,” tegas Domin.
Sementara itu, Pemerintah Daerah Merauke akan membentuk tim yang terdiri dari berbagai lintas sektor untuk menginventarisir persoalan-persoalan sengketa tanah adat khususnya pada tanah milik pemerintah kabupaten Merauke yang telah bersetifikat.
Pejabat Sekretaris Daerah Merauke, Ruslan Ramli mengatakan pembentukan tim ini berangkat dari beberapa masalah yang terjadi pada saat implementasi pembebasan lahan dilakukan. Hal ini menyangkut hak dasar masyarakat adat yang tertuang dalam UU 21 pasal 43, yang menjelaskan bahwa pemerintah daerah mengakui hak ulayat dan hak dasar masyarakat.
Dalam implementasi pembebasan lahan, lanjut Ruslan, seringkali pemerintah terbentur oleh pandangan hukum (legal opinion) oleh Kejaksaan Negeri. Pasalnya, jika pembebasan tidak ditinjau berdasarkan kajian hukum yang komperhensif, maka dimasa mendatang akan sangat rawan terjadi konflik.
“Pada tartan pelaksanaan (proses pembebasan lahan), kita juga minta legal opinion dari kejaksaan. Disanalah kemudian ada warning kepada kita, supaya tidak terjadi konflik, khusunya kepada tanah-tanah Pemda yang suda bersertifikat. Kalau kita ketahui, secara hukum positif, itu sudah legal menjadi milik pemerintah, nah disatu sisi ada tuntutan masyarakat adat yang harus kita akomodasi,” ungkapnya kepada wartawan, Kamis (16/7/2020).
Berdasarkan rapat kordinasi bersama DPRD, disepakati tim lintas sektor akan terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, DRPD, Masyarakat Adat, dan Pemerintah daerah.
“Tadi rekomendasi DPR kita dalam waktu dekat akan membentuk tim melibatkan lintas sector termasuk DPR, kita juga minta dari kejaksaan, kepolisian, dari masyarakat adat juga pasti kita libatkan supaya ada win win solution, terutama masalah hukum,” sebutnya. Pasalnya, jika dikemudian hari terjadi kesalahan, maka masih berkemungkinan bisa digugat meski telah berlalu puluhan tahun. “Karena ketika kita salah, maka 20 tahun kemudian kita masih bisa dipertanyakan atas kebijakan yang keliru, dan disanalah kehatihatian kami,” tegasnya. [ERS/WEND-NAL]
DPRD Merauke harus tau Tuposinnya dan Maksud Dia dalam hal menjadi anggota DPRD, paling besar adalah Hal-Hal persoalan Tanah adat di Merauke untuk Fasilitas Umum jaman dulu perna dilakukan Certifikat Tanah tanpa ada Syarat Dasar Hukum dari Adat dan Hukum Pemerintah saat itu, paa jaman dulu, persyaratan yang sekarang ada di tanggan pemerintah tentang surat-surat tanah sampe dengan adanya sertifikat tanah itupun berangkat dari surat-surat pernyataan dari Oknum Perorangan dari adat setempat yang tandatangan diatas segalah surat Pernyataan, dan Pelepasan Hak melalui RT.RW. Kelurahan dan Distrik dan bukan dari LMA, dan UU Agraria waktu itu. Bukti Tanah Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke nota bena telah kembalikan tanah ke Adat Oleh Kepala Rumah Sakit Kusta 1978 dari tahun 1960, dan dari Surat Penyerahan Tanah 31. Januari 1969. dalam hal ini tanah tersebut sudah dikembalikan ke adat setempat berdasarkan tertanggal, 7 Februari 1978 oleh Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Merauke
Hasil pemeriksaan Dokumen semua tentang Persyeratan Surat – Surat Tanah Dinas Kesehatan di lakukan pembahasan tingak DPRD Marauke Juni 2015 dengan demikian DPRD Merauke minta kepada LMA setempat untuk lakukan pemeriksaan terkait surat-surat tanah Dinas Kesehatatan dan Kemudian LMA setempat melaporkan Hasil Verifikasi Surat-Surat Tanah Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke kepada DPRD Merauke tahun 2016 tertanggal 27 Agustus 2015.
Kemudia DPRD Merauke dalam Rapart RAKOR Daerah bersama Pemda Merauke 2016, bersama-sama sudah melakukan pembahasan sekaligus keputusan melakukan pembayaran dengan kesepakatan Pemda dan DPRD untuk lakukan pembayaran kepada Pemilik Hak Ulayat sebesar 30 Milyar Rupiah, keputusan ini dilakukan di ruang Rapat DPRD Merauke 2016. sehingga Pemda Merauke Dinas PU Bid Pertanahan melakukan pembayaran Tahap I (satu) sebesar Rp.15 Milyar Rupiah dengan maksud bertahap akan di tindaklanjuti tahun 2018.
tetapei sekarang PUPR Bidan Pertanahan tidak mau lakukan pembayaran dengan alasan sudah ada Surat Peringatan, dari Kejaksaan Negeri Merauke Nomor: B-14/R.I.15/Gph.2/04/2020 Perihal : Permintaan Pendapat Hukum Tanah Fasilitas Umum.
Laporan dari Petugas Kejaksaan kepada masyarakat adat pemangku ulayat, dari Kantor Kejaksaan Negeri Merauke tidak memberikan Pendapat Hukum atas permintaan Merauke.
tetapi, PUPR Kepala Dinas, Sek Dinas dan Kabid, masih mempersoalkan Surat dari Kejaksaan Negeri Merauke Nomor: B-14/R.I.15/Gph.2/04/2020 Perihal : Permintaan Pendapat Hukum Tanah Fasilitas Umum, adalah Undang-Undang dan Peringatan kepada PUPR untuk tidak boleh lakukan pembayaran….
jadi perlu segera dilaporkan ke media agar hal ini dapat di ketahui Presedien RI Bapak Jokowi di Jakarta sebelum tahun ini Bupati Freddy diganti dan juga Bupati Freddy janji untuk selesaikan jadi dia harus selesaikan persoalan ini jangan kastinggal kami dengan kasih sebelah tanah sebelah tanah tidak,,,, awas