Sumur yang Tercemar Akibat Kuburan Harus di Uji Lab

Emanuella Kanden,S.Si
Merauke, PSP – Untuk mengetahui air yang tercemar akibat adanya pekuburan dilingkungan sumber air seperti sumur, harus melalui uji laboratorium guna melihat kadar E-Coli (Bakteri) yang terkandung didalamnya.
Hal ini disampaikan Kepala Seksi Pemantauan dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Merauke, Emanuella Kanden,S.Si menanggapi tentang adanya penguburan jenazah yang dilakukan warga RT/6 RW/2 Kelurahan Mandala di depan halaman rumah beberapa waktu lalu.
Menurut Ema, secara kasat mata tidak boleh dikatakan sumber air yang berdekatan dengan kuburan tercemar tanpa dilakukan uji laboratorium.
“Untuk menentukan apakah kuburan berpengaruh terhadap perumahan masyarakat yang disekitar harus melihat sumber air darimana. Apakah mereka masih menggunakan air tanah dan harus mengambil sampel airnya. Kemudian di periksa di laboratorium terakreditasi, nah disana akan menunjukkan hasil bagaimana dampak kuburan jenazah terhadap air masyarakat,” jelas Ema saat dijumpai Papua Selatan Pos diruang kerjanya, Rabu (15/7).
Dikatakan Ema, sedianya warga yang merasa khawatir dengan kondisi air demikian, bisa menyurat ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dalal hal ini bidang sengketa lingkungan untuk dilakukan uji.
“Memang untuk tahun ini belum ada program tersebut, tapi nanti kami bisa masukkan ke program 2021,” kata Ema.
Disebutkan Ema, DLH sudah pernah melakukan pemantauan ditahun 2019 terhadap sumber air (sumur) masyarakat di beberapa titik yang berdekatan dengan pekuburan. Baik di Lepro, Buti dan Yobar.
“Tahun lalu sudah kami lakukan sesuai arahan pak Bupati, tetapi hanya dibeberapa titik saja. Dan hasilnya, untuk di Lepro masih dibawah standar baku mutu kondisi airnya, dan di Buti juga aman. Kalau di Yobar, kadar E-Colinya memang cukup tinggi sebab sumur itu berdekatan dengan septi tank, sehingga bisa menyebabkan penyakit seperti diare,” tutur Ema.
Dikatakan dia, tahun ini anggaran terserap karena Covid-19 yang membuat belum adanya program untuk pemantauan tersebut. “Untuk pemeriksaan satu titik saja memakan biaya kurang lebih Rp.1.000.000. Program pemantauan lingkungan khusus air, tahun ini tidak ada. Tahun lalu ada, tetapi tidak di titik Mandala,” pungkas Ema. [ERS-NAL]