Masyarakat Adat Papua Selatan “Dukung”Pengoperasian Cekungan Akimeugah 1 dan 2
Merauke, PSP – Keberadaan masyarakat adat di tengah investasi yang terus digulirkan menuju Nusantara Baru Indonesia Maju, menjadi penting selalu diperhitungkan dan ditingkatkan.
Ya, demi menghindari polemik di kemudian hari.
Provinsi Papua Selatan salah satunya, wilayah ini hadir sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB) lewat penetapan undang-undang Nomor 14 Tahun 2022. Ia mencakup 4 kabupaten, baik Mappi, Boven Digoel, Asmat dan Merauke sebagai ibukota.
Harus disadari bahwa semua kabupaten itu memiliki penduduk warga pribumi orang asli Papua yang notabene masyarakat adat.
Mereka hidup, mencari dan bertumbuh di atas tanah sepeninggalan dari warisan moyangnya.
Nah, saat ini DOB Provinsi Papua Selatan terus berjalan, begitu banyak upaya pemerintah baik pusat maupun daerah untuk memajukan Indonesia melalui kekayaan alam lewat sentuhan-sentuhan investasi.
Selain pembukaan perkebunan tebu misalnya, atau upaya cetak sawah, juga ada sumber minyak dan gas (Migas) yang menyentuh 2 kabupaten di Papua Selatan, yakni Boven Digoel dan Asmat.
Sumber Migas yang bukan hanya menyentuh wilayah Papua Selatan tapi juga Papua Pegunungan itu, belakangan sudah berganti nama WK (Wilayah Kerja) dari sebelumnya Blok Warim menjadi Akimeugah I dan Akimeugah II.
Dilansir dari laman ruangenergi.com, Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf mengatakan cekungan Warim atau Akimeugah I dan II itu diproyeksikan memiliki potensi 25.968 juta barel minyak (MMBO) dan 47,27 triliun kaki kubik gas (Tcf) yang belakangan disebutkan menyentuh Taman Nasional Lorentz.
Terakhir, Kementrian ESDM RI masih tengah melakukan pelelangan terhadap cekungan tersebut.
Hal ini turut dibenarkan Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan ESDM Provinsi Papua Selatan Lambertus Fatruan.
Fatruan menyebut, cekungan migas itu menyentuh 2 kabupaten di Provinsi Papua Selatan. Di Asmat dan di kabupaten Boven Digoel.
“Sementara dilelang, Akimeugah I di Asmat dan Akimeugah II di Boven Digoel, itu akan dilelang oleh Dirjen Migas. Kita tunggu saja,” ungkap Fatruan di Halogen Hotel Merauke, Selasa (30/7).
Ia mengklaim, apabila pengeboran berhasil dilakukan maka cekungan di dua wilayah itu akan menjadi salah satu terbesar di Indonesia.
“Itu salah satu cekungan yang besar di Indonesia ada di Provinsi Papua Selatan, sangat besar. Apabila sudah beroperasi.
Tahun lalu sesungguhnya sudah dilelang, cuma belum berhasil, tapi tahun ini kembali dimasukkan untuk dilelang,” tuturnya.
Fatruan membenarkan, Migas di Papua Selatan potensi nya sangat besar kerena jalurnya ke Papua Nugini.
“Di PNG itu kan sudah ada, minyak dan gas itu. Kalau bicara berapa banyak yang bisa dihasilkan belum sampai kesana, karena itu kan masih berdasarkan data menggunakan metode seismik. Tetapi pastinya belum, harus dilakukan pengeboran tapi perkiraan-perkiraannya sudah ada. Dan salah satu ya g terbesar di Indonesia. Dan kita tunggu saja, hasil pengeboran nanti,” terangnya.
Ditambahkan, hasil survei itu ditemukan sumur di beberapa titik. “Jadi potensi migas kita sangat besar. Itu sumur nya saja ada beberapa titik itu, sangat besar,” pungkas Fatruan.
Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Selatan sebagai lembaga representatif masyarakat adat di bumi Anim-Ha berpesan bahwa penting keterbukaan dilakukan pemerintah khususnya mengenai posisi masyarakat di tengah investasi.
“Kira-kira posisi masyarakat seperti apa ditengah investasi dan itu harus jangka panjang. Ini kan harus dibicarakan dengan baik, bagaimana kita duduk baik dengan masyarakat, karena kami yakin orang asli Papua pemilik dusun yang ada, mereka pasti mengerti,” tutur Ketua MRP Provinsi Papua Selatan Damianus Katayu, M.AP saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (12/8).
Terkait cekungan itu, kata dia, akan mengarah ke investasi yang sangat penting melibatkan masyarakat adat.
“Investasi itu baik. Dan bagi kami lembaga adat, bukan tentang besar dan kecil, tetapi bagaimana pemerintah harus jujur kepada masyarakat. Misalnya di Boven Digoel, bagaimana keberpihakan terhadap masyarakat disana. Karena itu, antara Boven Digoel juga Pegunungan Bintang dia ada ditengah-tengah sampai dengan ke Papua Nugini, itu jalur tambang memang. Jadi pemerintah harus transparan terhadap masyarakat di Boven Digoel, Asmat.
Maksud saya begini, posisi masyarakat dimana? Maksudnya perushaaan atau pemerintah punya uang, masyarakat yang mendiami wilayah itu punya wilayah. Kalau menurut saya kalau sebatas kompensasi, tidak seperti itu. Tapi bagaimana supaya masyarakat juga terlibat sebagai pemilik saham dari invesasti yang ada, seperti sawit disana kan digunakan istilah 20 persen untuk plasma, nah kalau tambang itu nanti, seperti apa, kalau sebatas kompensasi menurut saya itu akan hilang,” tutur Katayu.
Hal senada disampaikan Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Boven Digoel Maret Klaru.
Maret mengatakan, sedianya masyarakat adat di wilayahnya mendukung investasi guna berlangsungnya pembangunan di berbagai sektor juga meningkatnya taraf ekonomi masyarakat.
“Investasi itu baik, kami mendukung, LMA mendukung akan tetapi, harus lah melibatkan masyarakat adat, karena wilayah adat yang ada itu di bawah LMA. Silahkan pemerintah melelang, tapi harus lah bekerja sama dengan lembaga adat, demi menguntungkan masyarakat adat,” ujar Maret lewat sambungan telepon, Rabu (14/8).
Masih senada, Ketua Lembaga Musyawarah Adat Asmat (LMAA) David Jumanipit mengakui sudah mendengar mengenai sumber Migas yang menyentuh di wilayah Asmat.
“Kami sudah dengar soal itu. Sedianya harus dibicarakan dulu, Apakah kehadiran investasi itu bisa membantu masyarakat atau tidak.
Saya tidak mau wilayah saya ini ribut kemudian hari,” kata David dari sambungan telepon, Rabu (14/8).
David menyampaikan bahwa tidak melarang adanya investasi Migas di wilayah adat.
“Iya benar (tidak menolak investasi) tapi harus dengan cara cara santun. Apakah masyarakat kami bisa berkembang atau seperti apa? Dengan kehadiran perusahaan nantinya untuk blok migas itu? Kami tidak melarang, tapi coba ada sosialisasi supaya masyarakat juga paham dan diuntungkan disitu,” kata David.
Ketua Adat Wilayah V Anim-Ha yang meliputi Merauke, Mappi, Boven Digoel dan Asmat Paulinus Wogan menyatakan, jauh sebelumnya pihaknya sudah mendengar ada survei dan selanjutnya akan ada pengeboran karena berpotensi memiliki minyak dan gas.
“Kami sudah dengar ada rencana pengeboran migas di kabupaten Boven Digoel dan Asmat, dulu juga sudah di survei itu, blok Warim namanya kalau tidak salah,” ujar Paulinus di Kantor Bupati Merauke, Kamis ( 15/8).
Senada dengan masyarakat adat lainnya, Paulinus menghendaki adanya upaya melibatkan masyarakat adat setempat untuk pengoperasian Akimeugah I dan II.
“Kami pikir untuk langsung-langsung saja tanpa menganggap masyarakat adat, jelas akan ada masalah di kemudian hari. Masyarakat adat mendukung, tapi harus lah dengan cara yang santun, bagaimana keuntungannya dengan masyarakat ada setempat? Itu kan perlu dibicarakan, kami berharap hal itu dipertimbangkan, supaya ke masyarakat juga berdampak positif atas kekayaan alam yang ada di sekitarnya,” pungkas Paulinus. [ERS-NAL]