Bertugas di Papua Sejak 1991, Ini Sepak Terjang Kompol Suparmin
Kompol Suparmin
Penulis: [F. Hutasoit]
Merauke, PSP – Kompol Suparmin adalah Komandan Batalyon D Pelopor Sat Brimob Polda Papua yang baru menggantikan Kompol Clief G Duwith. Perwira menengah Brimob itu dipercayakan pimpinan atas menahkodai batalyon yang membawahi empat kompi mulai dari Kompi I di Merauke, Kompi 2 di Mappi, Kompi 3 di Yahukimo dan Kompi 4 di Wamena.
Berdinas di Papua, bukan hal baru baginya. Sebab, sejak lulus jadi anggota Polri tahun 1991 saat masih berpangkat Bripda penugasan pertama setelah selesai mengikuti pendidikan di Pusdik Watukosek, Pasuruan, Jawa Timur di Papua, yang saat itu masih disebut Irian Jaya. Sudah cukup banyak makan asam garam di wilayah Papua.
Maka, memulai tugas sebagai pucuk pimpinan di Batalyon D yang bermarkas di Merauke, ia memiliki langkah-langkah awal yang harus dilakukan demi kemajuan anggota hingga kesiapsiagaan dalam pelaksanaan tugas di lapangan. Pertama, menyiapkan kemampuan, menyatukan hingga pemplotingan personil, sehingga ketika dibutuhkan kapan saja, selalu siap. Dengan demikian, semua daerah yang menjadi daerah tugas bisa tercover. Apalagi dalam menghadapi pemekaran DOB seperti Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan. Empat kompi yang ada harus menyatu dengan batalyon, sebab wilayahnya sangat jauh dan tidak bisa diakses dengan jalur darat semuanya.
“Saya harus satukan misinya, semangatnya juangnya, bahwa mereka harus menginduk di batalyon. Jangan sampai mereka (kompi-kompi,red) merasa terpisah. Karena dengan pemekaran daerah, kalau tidak ditata, kita tidak akan siap,” ujar pria kelahiran Boyolali, Jawa Tengah itu, saat berbincang-bincang dengan media ini.
Lalu kemudian mempersiapkan personil agar siap membekap kewilayahan. Karena pada dasarnya tugas Brimob memback up tugas kewilayahan, baik menjaga harkamtibmas maupun menjaga keamanan lainnya. Brimob sendiri adalah pasukan yang diprogram atau disiapkan guna menangani kasus-kasus yang berintensitas tinggi atau sesuai dengan profesi dan kemampuan. Bilamana Polres Merauke, Polres Mappi, Boven Digoel, Yahukimo maupun Wamena meminta, personilnya selalu siap. Oleh karena itu, personil harus dilatih dan dipersiapkan setiap saat, apalagi diperhadapkan dengan ada daerah yang masih tergolong agak rawan. Personil wajib selalu siap, waspada dan tidak boleh lengah. Bila sudah selalu waspada 80 persen, keselamatan. Mana kala pimpinan atas juga melekukan pengecekan, Kompol Suparmin harus bisa menjelaskan apa saja yang sudah dilakukan.
“Makanya, anggota harus rajin berlatih, fisik dan kemampuan harus dijaga. Brimob itu bukan pasukan hebat, tapi pasukan terlatih. Saya selalu tekankan kepada anggota tidak boleh bosan berlatih. Satu anggota sangat berharga bagi kami,” beber mantan Kabag Ops Polres Puncak Jaya tersebut.
Hal lain yang menurut Kompol Suparmin yang dijalankan jajarannya adalah menjaga sinergitas dan hubungan dengan satuan-satuan lain, baik itu sesama Polri, TNI (TNI AD,AL dan AU) maupun instansi lainnya. Karena di daerah tugas harus berdampingan dengan institusi lain.
“Kekuatan negara ada di TNI AD, TNI AL, TNI AU hingga kepolisian. Ini harus bersatu semua,” sambungnya.
Sebagai batalyon baru, pastinya memiliki keterbatasan atau kendala-kendala. Namun, itu semua harus dijadikan sebagai motivasi untuk bisa lebih baik lagi ke depannya. “Saya optimis, jajaran kami pasti bisa melalui itu,” katanya penuh semangat.
Sebagai aparat yang berugas juga untuk negara, masyarakat bisa menerima keberadaan Brimob di tengah-tengah masyarakat. Pihaknya sendiri sudah melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dan membantu masyarakat.
Kompol Suparmin memiliki cerita selama kurang lebih 31 tahun mengabdi di tanah Papua. Di Puncak Jaya jadi daerah paling berkesan baginya semenjak mengenakan loreng Brimob, tepatnya tahun 2018, saat momen Pemilukada. Ketika itu ia menjabat sebagai Kabag Ops. Menurutnya, banyak hal unik yang terjadi di sana. Salah satunya, dampak dari politik, keluarga, bahkan antara anak dengan orang tua bisa berujung miss komunikasi. “Suatu ketika, anak dan bapak mendukung calon kepada daerah yang berbeda dan berujung. Jadi sebelum damai, mereka tidak mau kembali ke rumah. Lalu, kita fasilitasi, setelah damai baru kembali pulang ke rumah. Masih banyak cerita kala bertugas di sana,” tuturnya.[***]