Empat Anggota MRP Ini “Walk Out” Saat Rapat Pleno
Damianus Katayu : Ini masih rancangan, belum final
Merauke, PSP – Empat (4) Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Selatan tampak walk out dari ruang rapat pleno yang digelar MRP Provinsi Papua Selatan di Swiss-Bell Hotel, Kamis (11/7).
Rapat pleno yang dipimpin Ketua MRP Provinsi Papua Selatan Damianus Katayu,M.AP itu sebelumnya akan melakukan rapat pleno Penetapan Rancangan Peraturan Gubernur Papua Selatan tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang MRP Provinsi Papua Selatan dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Selatan.
Adapun keempat anggota MRP Provinsi Papua Selatan yang walk out yakni Ana Mahuze, Katarina Yaas, Yohanes Okdinon, dan Leonardus Moiwend.
Dalam laporan Sekertaris MRP, sebelum rapat dimulai tercatat 19 orang hadir dalam rapat pleno tersebut, dan 14 diantaranya tidak hadir.
Ana Mahuze dalam konferensi pers yang digelar di sela-sela rapat pleno mengatakan, sedianya pembahasan mengenai peraturan itu sudah dilakukan 2 kali yakni tanggal 5 dan 10 Juli 2024 namun sebelumnya, belum ada kesepakatan 33 anggota MRP Provinsi Papua Selatan untuk diplenokan.
“Kami tidak sepakat di pasal yang krusial yaitu tentang definisi orang asli Papua. Ada beberapa hal yang belum disepakati misalnya kesepakatan waktu kerja MRP Provinsi Papua Selatan yang selama 7 hari waktu kerja kami akan berkoordinasi dengan KPU dan ini belum selesai,” kata Ana Mahuze.
Kemudian, lanjut dia, definisi orang asli Papua yaitu hak kesulungan mengenai patrilineal. “Kemarin sudah kami usulkan tapi belum dimasukkan dan belum ada kesepakatan tapi tiba-tiba hari ini ada pleno. Sehingga kami meminta pleno ditunda dulu, dibahas untuk mencapai kesepakatan bersama seluruh anggota MRP. Makanya kami memilih keluar dari rapat itu, saya Ana Mahuze, Katarina Yaas, Yohanes Okdinon, dan Leo Moiwen,” sebutnya.
Ditempat yang sama, Katarina Yaas mengatakan yang menjadi kekhawatiran adalah pasal krusial yang sedianya menjadi acuan. “Mengenai usulan kami yaitu keturunan ayah dan ibu dan kalimat patrilineal itu dimasukkan. Nah, nanti menyoal syarat di internal MRP kami akan mendengar daripada pandangan pokja adat. Sehingga pokja adat menyampaikan masing-masing wilayah.
Sehingga orang Awyu ataupun orang Muyu, Malin dalam tatanan dia untuk mengakui hak patrilineal ini ada dalam sistem adatnya. Dan nanti itu menjadi keputusan MRP di Pokja adat dan didukung oleh pokja agama dan perempuan,” kata Yaas.
Menurut Yaas, kalimat itu belum dibahas dalam internal MRP. “Lalu kenapa ada rapat pleno seperti ini. Makanya kami minta tunda dulu, untuk bicara satu poin ini, karena itu dasar bagi orang asli Papua,” tegasnya.
Sementara Leonardus Moiwen mengatakan, mengaku kecewa sebab dalam rancangan itu tidak dimasukkan bahwa yang boleh maju dalam Pilkada Gubernur dan wakil Gubernur adalah orang asli Papua ras melanesia dan keturunan patrilineal.
“Kami cuma mau mencari roh kebenaran mengenai analisis tentang definisi orang asli Papua. Kalau hari ini kami loloskan tanta, nenek punya anak maka besok-besok anak-anak kami tidak akan dapat kesempatan,” terangnya.
Ditempat yang sama Yohanes Okdinon mengatakan lembaga MRP adalah representatif orang asli Papua yang tentu sangat penting menentukan siapa orang asli Papua dan siapa Gubernur. “Jadi pleno yang tadi itu penentu siapa itu orang asli Papua. Karena kami berdiri untuk mewakili suku-suku asli di Papua Selatan. Artinya keputusan tidak boleh mencederai orang asli Papua yang ada.
Kalau kita sendiri mencederai, maka masyarakat akan menganggap kami tidak berhasil, karena MRP adalah kunci penentu Gubernur dan wakil Gubernur,” tambahnya.
Ketua MRP Provinsi Papua Selatan Damianus Katayu yang dikonfirmasi mengatakan bahwa pleno itu masih lah bersifat rancangan.
“Ini kan masih rancangan, kemarin kami sudah harmonisasi, proses ini masih panjang berjalan. Di produk hukum daerah juga nanti masih akan harmonisasi, karena mekanisme dalam internal MRP seperti itu. Teman-teman ini kan menduga bahwa ini adalah sebuah keputusan tetapi ini kan pleno internal. Lagipula nanti kami masih akan dorong ke biro hukum untuk ditindaklanjuti, jadi proses ini masih berjalan. Nanti soal pembahasan pasal demi pasal, pada proses tingkat atas (diajukan),” ujar Katayu.
Misalnya terkait waktu, sambungnya, sedianya akan dilakukan konfirmasi dengan KPU. “Harus konfirmasi dengan KPU tidak bisa diputuskan sendiri, terkait pendefinisian orang asli Papua nanti secara internal MRP akan putuskan dalam peraturan MRP. Ini belum final, proses masih panjang. Ini kan pleno rancangan belum final, kecuali tadi penetapan pergub,” pungkas dia. [ERS-NAL]